Tentang Sedekah di Bulan Ramadhan
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan Salam mudah-mudahan terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kepada keluarganya, para Sahabatnya, dan seluruh pengikutnya.
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Bulan Ramadhan adalah bulan dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kesempatan kepada kita semuanya untuk memperbanyak ibadah, memperbanyak amal, karenanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan contoh kepada kita semua berbagai macam bentuk ibadah, di antara ibadah tersebut adalah memperbanyak bersedekah, memperbanyak berinfak di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan sedekah itu memiliki makna yang luas, makna sedekah yang luas itu dicakup dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَتُعِينُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
“Engkau membantu seseorang dalam hal kendaraanya, engkau membantu orang tersebut naik ke atas kendaraanya atau mengangkatkan barang-barangnya ke atasnya adalah sedekah. Perkataan yang baik adalah sedekah.” (HR. Bukhari-Muslim)
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu” (HR. At-Tirmidzi)
Maka sedekah memiliki makna yang luas, makna yang umum, dimana seluruh kebaikan yang kita berikan kepada orang lain itu masuk ke dalam makna sedekah. Sedangkan makna sedekah yang kedua, adalah sedekah dalam makna yang khusus, yaitu memberikan apa yang kita miliki untuk orang lain, memberikan harta yang kita miliki untuk saudara-saudara kita, maka itu masuk ke dalam makna sedekah yang lebih khusus.
Lihat juga: Kumpulan Ceramah Singkat dan Praktis
Lihat juga: Ceramah Singkat Kedudukan Dan Manfaat Sedekah Dalam Islam
Di mana makna sedekah yang khusus ini lebih ditekankan kepada perkara, yang mana kita diperintahkan, untuk menjauhkan diri dari sifat bakhil. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat al-Hasyr ayat 96:
وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Allah mengingatkan kaitannya sedekah dengan sifat bakhil, bahwa seseorang harus menjauhkan diri dari sifat bakhil, dari sifat kikir, sifat pelit. Yang mana itu adalah sifat yang sangat mengotori jiwa kita. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan bahwa orang yang dijauhkan dari sifat bakhil tersebut, maka sungguh orang tersebut adalah orang yang beruntung.
Oleh karenanya Begitu pentingnya kita untuk melihat kepada diri kita, apakah kita termasuk dari orang-orang yang bakhil. Terkadang seseorang tidak merasa bahwa dia termasuk dari orang-orang yang bakhil, dia sudah merasa berinfak, bersedekah, padahal ia tergolong kedalam orang-orang yang bakhil. Tentunya bakhil di dalam bersedekah, itu masuk dalam perkara-perkara yang wajib untuk dikeluarkan, zakat fitr, kemudian zakat mal, yang itu wajib bagi seseorang untuk dikeluarkan, kemudian juga memberikan nafkah kepada keluarga dan semua wajib ditanggung, maka itu termasuk kedalam kewajiban harta. Ketika seseorang kemudian tidak melaksanakan perkara-perkara tersebut, maka di dalam Islam disebut sebagai orang yang bakhil, orang yang pelit dan kikir.
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan dalam sebuah hadits:
فَإِنَّ اللهَ يَقْبَلُهَا بِيَمِيْنِهِ ثُمَّ يُرَبِّيْهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّيْ أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ
“Sesungguhnya Allah akan menerima sedekahnya dengan tangan kanan-Nya kemudian mengembangkannya untuk pemiliknya seperti seorang di antara kalian membesarkan kuda kecilnya hingga sedekah tersebut menjadi besar seperti gunung.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Inilah perumpamaan yang disebutkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam atas orang yang bersedekah, seorang yang bersedekah dengan sesuatu yang kecil, ternyata dibesarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dirawat dan dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga akan didapati pada hari kiamat menjadi sesuatu yang besar, bahkan bisa jadi seorang yang bersedekah dengan 1 biji kurma ternyata didapatkan pada hari kiamat sebesar gunung, dan yang demikian akan banyak didapati oleh hamba-hamba yang pandai bersedekah, yang gemar bersedekah, tidak merasa bahwa dia sudah bersedekah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, ternyata didapati pada hari kiamat pahala yang begitu besar, pahala yang sangat dinanti-nanti, yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan contoh kepada kita tentang sedekah, terlebih di bulan Ramadhan. ‘Aisyah Radhiyallahu anha menyifati Nabi Shallallahu wa Sallam, demikian juga ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma, menyifati Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling gemar bersedekah. Semangat beliau dalam bersedekah lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan, tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beliau adalah manusia yang paling baik dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam semakin baik lagi tatkala berada di bulan Ramadhan, dan sungguh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sangat banyak memberikan kebaikan seperti angin yang berhembus dengan kencang.
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Inilah keutamaan bersedekah yang langsung dicontohkan oleh Nabi kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, di mana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika memasuki bulan Ramadhan, beliau sangat bersemangat untuk bersedekah, dan diumpamakan seperti angin yang berhembus dengan begitu kencang, tanpa ada rintangan, tanpa terhalangi. Begitu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan sedekah, mengeluarkan sedekah, berinfak dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Pentingnya sedekah yang diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sedekah yang baik, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan di dalam Al-Qur’an:
أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
“Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik.” (QS. Al-Baqarah: 267)
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kita semuanya untuk berinfak dengan harta yang baik, dengan harta yang halal, yang demikian juga dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah haditsnya:
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala itu maha baik dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim)
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Demikian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita semuanya untuk bersedekah dengan harta yang halal, dengan harta yang baik, yang kita dapatkan dengan cara yang benar, maka itu akan mendapatkan pahala yang besar disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Terlebih lagi di bulan Ramadhan, bulan yang penuh dengan kebaikan, bulan dimana pahala dilipatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka salah satu jalan beribadah tersebut adalah dengan memperbanyak bersedekah.
Kita menyaksikan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam begitu kuatnya bersedekah di bulan Ramadhan, kita dapatkan pula para Sahabat mereka bersedekah, mereka berinfak dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kalian tidak akan sampai kepada kebaikan sampai kalian berinfak dengan sesuatu yang kalian cintai.” (QS. Ali Imron: 92)
Maka kita dapatkan Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu beliau menginfakkan seluruh hartanya, kita dapati kembali Umar bin Khattab Radiallahu anhu beliau berinfak dengan setengah dari hartanya, kita dapatkan Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu beliau menyiapkan pasukan perang yang lengkap semuanya dari hartanya, dari infaknya, dari sedekahnya.
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Ketika mendengar ayat tadi seorang sahabat memiliki harta yang banyak, dan tatkala mendengar ayat tersebut bahwa tidaklah sampai seseorang kepada kebaikan kecuali menginfakkan apa yang dia cintai, maka dia mendapatkan harta yang paling dia cintai adalah harta yang ada di depan masjid, harta kebun yang ada di depan masjid, dan kemudian menghadap kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menginfakkan kebun tersebut. Subhanallah, bagaimana contoh dari para sahabat, mereka berinfak dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘Anhu tatkala datang dengan membawa barang dagangan yang begitu banyak, sampai di jalan-jalan Madinah semua terpenuhi dengan barang dagangan beliau, Radhiyallahu anhu, maka tatkala itu ditawar oleh para pedagang Madinah, maka Abdurrahman bin Auf mengatakan, ada yang lebih berani dari itu semuanya, dan terus demikian jawabannya. Ternyata beliau akhirnya mengatakan, bahwa harta ini semuanya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Demikianlah sedekah yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan juga para sahabatnya, yang mudah-mudahan kita semuanya bersemangat dan termotifasi dengan hal tersebut, sehingga kita lebih semangat tuk bersedekah, terlebih lagi di bulan yang sangat mulia, bulan yang dilipatkan pahala-pahala kita semuanya.
Waallahu Ta’ala a’lam.
Menyambut 10 Malam Terakhir
Saudaraku yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tanpa terasa kita sudah ada di gerbang hari-hari terakhir di bulan suci Ramadhan. Tanpa terasa kita sudah berada di depan pintu masuk hari-hari terbaik di bulan suci Ramadhan, 10 hari terakhir di bulan suci Ramadhan. Jarak antar kita dengan 10 hari tersebut hanya selisih beberapa jam saja. Ini adalah grand finalnya Ramadhan, ini puncak-puncaknya Ramadhan.
Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits Bukhari:
وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya amal ibadah tersebut tergantung detik-detik terakhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6607)
Amal ibadah itu tergantung bagaimana kita menutup kehidupan atau yang lebih spesifik bagaimana kita menuntaskannya di dalam kehidupan kita. Seseorang yang semangat beribadah di hari pertama, hari kedua, hari ketiga, hari keempat, lalu tersungkur dihari ke 21, hari ke-28, hari ke-29, maka dikhawatirkan dia tidak mendapatkan keberkahan dan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala di bulan suci Ramadhan. Ini adalah hari-hari terbaik, ini adalah hari-hari yang dimuliakan para Sahabat, para Tabi’in, para ulama, para wali-wali Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Abu ‘Utsmaan An-Nahdiy Rahimahullah berkata;
كَانُوا يُعَظِّمُوْنَ ثَلاَثَ عَشَرَاتٍ الْعَشْرِ الأَخِيْرِ مِنْ رَمَضَانَ وَالْعَشْرِ الأَوَّلِ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ وَالْعَشْرِ الأَوَّلِ مِنْ مُحَرَّم
Lihat juga: Kumpulan Ceramah Singkat dan Praktis
“Mereka (para Sahabat, para Tabi’in, para ulama-ulama kita terdahulu) mengagungkan tiga puluhan hari, sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, 10 hari awal bulan Dzulhijjah, dan 10 hari awal bulan Muharrom” (Lathooif al-Ma’aarif hal 36)
Para Sahabat, para Tabi’in, para ulama-ulama kita terdahulu itu memuliakan tiga fase yang sefase berisi 10 hari, dan yang pertama adalah 10 hari terakhir di bulan suci Ramadhan.
Saudaraku yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Oleh karena itu, ada beberapa tips agar kita bisa sukses di 10 hari ini, ada beberapa kiat yang dijelaskan oleh para ulama agar kita benar-benar bisa memaksimalkan hari-hari terakhir kita dengan Ramadhan.
Perbanyak Istighfar
Yang pertama saudaraku yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, di hari-hari ini atau di jam-jam ini, sebelum kita memasuki 10 hari terakhir perbanyaklah istighfar, perbanyak istighfar. Saya yakin anda sudah mengiringi setiap hari di Ramadhan dengan memperbanyak istighfar. Di detik-detik ini, di waktu-waktu ini, tambah lagi, minta ampun dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, minta agar Allah Subhana Allah menggugurkan dosa-dosa kita. Kenapa demikian?? Karena yang membuat kita terjatuh di 10 hari terakhir, yang membuat kita gagal, yang membuat kita malas baca Al-Qur’an di hari-hari terakhir, yang membuat kita tidak semangat dalam melakukan tarawih atau Qiyamul Lail, salah satunya adalah dosa, salah satunya adalah dosa.
Allah berfirman dalam surat Asy-Syura’ ayat 40:
وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا
“dan hukuman dari keburukan keburukan yang semisalnya” (QS. Asy-Syura'[42]: 40)
Sudaraku yang dirahmati oleh Allah,
Taukah jika kita bermaksiat, jika kita melakukan dosa di 20 hari pertama di bulan Ramadhan, maka itu akan mempengaruhi semangat ibadah kita di hari-hari terakhir. Salah satu penyebab kita ghibah di hari-hari terakhir adalah ghibah di 20 hari sebelumnya. Salah satu yang membuat kita malas shalat di hari-hari terakhir adalah karena kita malas shalat di 20 hari sebelumnya.
Oleh karena itu putus mata rantai keburukan tersebut. Putus dengan apa? Putus dengan istighfar dan taubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. karena kita tahu bersama yang membuat kita berat untuk melangkah, yang membuat kita berat untuk membaca Al-Qur’an, yang membuat kita ngantuk ketika shalat lail atau shalat tarawih, lagi-lagi adalah dosa. Maka dosa tersebut akan menghambat kinerja kita. Dosa itu ibarat beban yang ada di pundak-pundak kita, maka singkirkan beban dosa tersebut dari pundak kita. Perbanyak istighfar dan bertobat kepada Allah. Maka rasakan sendiri bagaimana kita akan lebih nyaman dalam beribadah, kita akan lebih ringan dalam membaca Al-Qur’an atau Qiyamul Lail dan Berdzikir di 10 hari terakhir ini, karena Allah menghapuskan dosa-dosa kita.
Bertawakal kepada Allah
Kiat yang kedua, saudaraku yang dirahmati oleh Allah, bertawakal kepada Allah
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّـهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan cukupkan (Allah akan wujudkan keinginan kita)” (QS. Ath-Thalaq[65]: 3)
Ketika kita memasuki 10 hari terakhir ini, dengan mengharapkan pertolongan dari Allah, dengan bersandar pada kekuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kita menginginkan mendapatkan khusnul khotimah, mendapatkan Lailatul Qadar, maka Allah akan wujudkan hal tersebut.
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّـهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertawakal bersandar meminta pertolongan kepada Allah maka Allah akan mewujudkan keinginannya”
Saudaraku yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, di detik-detik terakhir menjelang 10 hari terakhir, di dalam shalat kita hendaknya kita sisipkan sebelum kita salam membaca:
اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Ya Allah tolonglah aku sehingga aku bisa berdzikir kepadaMu, aku bisa bersyukur kepadaMu dan aku bisa memperbaiki ibadah-ibadahku” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Khususnya di 10 hari terakhir, kita ingin ibadah-ibadah kita di 10 hari terakhir adalah klimaks dari ibadah kita di 20 hari sebelumnya. Maka minta pertolongan kepada Allah.
وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
“Agar aku memperbaiki amal ibadahku.”
Saudaraku yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, salah satu syiar kita memasuki 10 hari terakhir adalah:
لا حول ولا قوة إلا بالله
Tidak ada daya dan kekuatan, kita nggak akan bisa shalat, kita nggak akan bisa istiqomah sampai hari terakhir, kita nggak akan bisa mudah membaca Al-Qur’an, kita nggak punya kekuatan untuk itikaf, kekuatan untuk berdzikir, illa billah. Kecuali dengan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, kecuali dengan hidayah dan taufiq dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan sampai kita memasuki 10 hari terakhir hanya berbekal pengalaman kita, hanya berbekal ilmu kita, hanya berbekal kepedean kita, jangan sampai kita meremehkan ketawakalan, karena kita lemah.
وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
“Allah ciptakan manusia dalam kondisi lemah” (QS. An-Nisa'[4]: 28)
Dan yang lemah tidak akan mampu bertahan di 10 hari terakhir kecuali dengan pertolongan Al-Qowii, Al-Matin, Al-Jabbar, Ar-Rahman, Ar-Rahim.
Husnudzon kepada Allah
Kiat yang ketiga saudaraku yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, marilah kita memasuki 10 hari terakhir dengan husnudzon (berbaik sangka) kepada Allah. Bahwa Allah akan memberikan taufiq kepada kita jika kita meminta, Allah akan membuat kita mendapatkan Lailatul Qadar dan sukses menutup Ramadhan tahun ini dengan khusnul khotimah jika kita benar-benar berusaha dan berdo’a, husnudzan kepada Allah.
Allah berfirman dalam hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Thabrani:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
“Aku tergantung prasangka hambaKu terhadapKu (Aku tergantung keyakinan hambaKu terhadapKu)”
إِنْ خَيْرًا فَخَيْرٌ ، وَإِنْ شَرًّا فَشَرٌّ
“Kalau prasangka itu baik maka hasilnya akan baik, tapi kalau prasangka itu buruk maka hasilnya pun akan buruk” (HR. Thabrani)
Maka berbaik sangkalah kepada Allah, jika kita masuk di 10 hari terakhir dengan beristighfar, maka Allah tidak akan membuat kita lemah ketika beribadah. Ketika kita masuki 10 hari terakhir dengan bertawakal, Allah akan memudahkan kita. Apabila kita semangat, maka Allah akan berikan kemudahan.
Dan bagi kita yang merasa banyak dosa di 20 hari sebelumnya, bagi kita yang merasa tidak maksimal di 20 hari yang sebelumnya, bagi kita yang merasa banyak lalai di 20 hari sebelumnya, husnudzan kepada Allah, berbaik sangka kepada Allah. Kalau kita bertekad untuk memperbaiki, kita beristighfar dan kita bangkit, maka Allah akan memberikan kesempatan untuk menutup Ramadhan ini dengan Khusnul Khotimah. Kesempatan itu masih terbuka, pintu itu belum tertutup, masih ada 10 hari lagi.
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
“Aku tergantung prasangka hambaKu terhadapKu”
Jangan down, jangan kalah sebelum berperang, jangan menyerah sebelum peluit tanda berakhirnya pertandingan ditiupkan. Kita meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, masih ada kesempatan untuk bangkit, masih ada kesempatan untuk berubah, masih ada kesempatan untuk mendapatkan Lailatul Qadar yang lebih baik daripada 1000 bulan. Husnudzan kepada Allah, jangan down! Jangan merasa kayaknya saya sudah nggak mungkin lagi mendapatkan Lailatul Qadar. Padahal 10 hari terakhir belum menyapa kehidupan kita. Husnudzan kepada Allahu Jalla wa Ala.
Saudaraku yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Kita akan memasuki puncak-puncaknya Ramadhan, kita akan memasuki klimaksnya Ramadhan, kita akan memasuki partai finalnya Ramadhan, keluarkan seluruh potensi kita, keluarkan seluruh tenaga kita, keluarkan seluruh kemampuan kita, waktu-waktu kita, raihlah Lailatul Qadar yang lebih baik daripada 1000 bulan, raihlah khusnul khotimah di bulan suci Ramadhan. Ingat kesalahan, kekurangan, kehilafan, kemaksiatan yang kita lakukan selama 20 hari ini, masih bisa berakhir manis, karena Nabi bersabda:
وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya amal ibadah tersebut tergantung hasil akhirnya” (HR. Bukhari)
Begitu juga dengan amal ibadah kita di bulan suci Ramadhan. Dan yang terakhir, ini adalah partai final. Dan kekalahan yang paling menyakitkan adalah kekalahan di partai final.
Meraih Malam Lailatul Qadar
Semoga anda tidak kehilangan keistimewaan bulan Ramadhan, terlebih kita akan memasuki sepuluh akhir bulan ramadhan. Dalam kaidah kehidupan kita dalam beragama, Nabi kita mengatakan:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيم
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6607)
Sehingga akhir Ramadhan menentukan baik-buruknya Ramadhanyang kita lalui. Sudah menjadi kebiasaan Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau setiap memasuki sepuluh akhir bulan Ramadhan:
شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174).
Beliau mengencangkan sarungnya dijelaskan para ulama inayah menjauhi para istrinya, dalam rangka untuk konsen beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, memaksimalkan dalam memperbanyak taqorrub kepada Allah Ta’ala.
Menghidupkan malamnya yakni lebih banyak begadang, dalam rangka untuk menghidupkan malam dengan berbagai macam amal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, qiyamul lail, membaca Al-Qur’an, dzikrullah, istighfar dan semisalnya dari amal sholeh, menjadikan kebanyakan malamnya dihidupkan, tidak di posisi mati/tidur, tapi menghidupkan malamnya yaitu dengan memperbanyaj amal-amal sholeh.
Lihat juga: Kumpulan Ceramah Singkat dan Praktis
Dan membangunkan keluarganya, yang menunjukkan perhatian Rasullullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam kepada keluarganya, agar tidak terluput dari keistimewaan, kebaikan yang banyak di sepuluh terakhir bulan Ramadhan.
Karena terlewatkan saat-saat spesial di akhir bulan Ramadhan, sungguh merupakan kerugian yang sangat besar:
مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Barangsiapa yang dia terhalang dari kebaikan di malam-malam bulan Ramadhan -terlebih lailatul qadar-, sungguh dia telah terhalang dari kebaikan yang banyak”.
Para pemirsa yang di rahmati Allah.
Kebiasaan kita justru akhir Ramadhan, ibaratnya sudah buyar konsentrasi kita berkaitan dengan Ramadhan. Makanan kemudian baju baru dan semua hal yang baru, dalam rangka menyambuth Ramadhan, bahkan membuyarkan konsentrasi di akhir Ramadhan. Ini tentu sangat disayangkan, kesempatan istimewa bisa terlewatkan karena kesibukkan kita seputar masalah itu.
Para pemirsa yang di rahmati Allah.
Tentu ini membutuhkan persiapan yang lebih ekstra lagi, seandainya ketika kita memasuki Ramadhan, kita siap-siap masuk Ramadhan dengan segala macam yang harus kita siapkan, ilmu kita, hati kita, konsentrasi kita. Bagaimana kita bisa betul memasuki Ramadhan, sehingga tinggal tancap gas. Maka memasuki era sepuluh terakhir Ramadhan, kita bersiap untuk kedua kali. Karena kita ini akan menanjak lagi, akan masuk wilayah tanjakkan yang mesti lebib ekstra lagi kita siapkan.
Ada beberapa hal yang mesti kita lakukan.
1. Pancangkan niat, tancapkan niat, ‘saya mesti dapat lailatul qadar’, ‘saya harus berusaha keras mendapatkannya!’.
Sehingga apapun yang mesti dilakukan, dia siapkan. Siapkan niat baik-baik, tancapkan niat dalam hati kita.
2. Hendaknya kita semakin membersihkan hati kita. Lambatnya kita beramal, beratnya kita beramal, itu adalah merupakan dampak dari kemaksiatan, maksiat itu akan memberikan noktah hitam, mengotori hati, melambatkan semangat kita beramal sholeh. Maka semakin kita banyak beristigfar, banyak bertaubat, agar Allah Subhanahu wa ta’ala membersihkan hati kita, karena bersihnya hati itu modal yang paling pokok, lincahnya kita mendekat kepada Allah Ta’ala. Ibnu qoyyim berkata:
“Ketauhilah bahwa seorang hamba dalam meniti tangga-tangga menuju Allah Ta’ala dengan hati dan cita-cita kuatnya”.
Niat yang kuat, kemauan yang kuat, cita-cita yang tinggi, kemudian hati kita yang bersih, maka ini merupakan penentu kita, mendapatkan apa yang kita harapkan, kemuliaan yang besar di sisi Allah Ta’ala.
3. Segala kebaikan itu ada di tangan Allah Ta’ala, seandainya bukan karena pertolongan Allah, kita tidak akan bisa berbuat apapun. Maka berdo’alah kepada Allah Ta’ala, hendaklah kita berdo’a Allah Subhanahu wa Ta’ala, mintalah kepada Allah, dengan tangisan hati kita, dengan merendah, dengan penuh harap, dengan merengek, dijauhkan dari yang diharamkan, agar Allah memberikan kepada kita lailatul qadar, memberikan kepada kita maksimal amal di sepuluh malam yang terakhir, memberikan kepada kita yang terbaik pada penutupan Ramadhan.
4. Hendaknya kita benar-benar bersangka baik kepada Allah Ta’ala, kata Allah dalam sebuah hadits qudsi:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
“Saya bersama dengan sangkaan hambaku”. (HR. Bukhari)
Bagaimana sangkaan hambaku, aku akan berbuat seperti itu kata Allah. Bersangkalah baik kepada Allah, bahwa Allah akan memberikan dari apa yang kita inginkan, dari seribu bulan, amalan yang lebih baik dari seribu bulan, amalan yang istimewa. Barangsiapa, dia dengan jujur hatinya, bersangka baik kepada Allah, insya Allah Allah pun akan berikan apa yang kita inginkan.
Dan ingatlah:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيم
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6607)
Bahwa amal kita selama Ramadhan, akan ditentukan nasibnya pada yang terakhir. Jadikan husnul khotimah Ramadhan anda, jadikan penutupan yang terbaik Ramadhan anda.
Semoga Allah mewujudkan cita-cita anda, dan cita-cita kita semuanya. Hanya Allah kita berharap, dan Allah yang bisa mewujudkan semua harapan kita.
Semoga bermanfa’at.
Tentang Malam Lailatul Qadar
Para pemirsa yang dirahmati oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Malam seribu bulan, itulah yang dikenal dengan malam Lailatul Qadar. Malam yang super istimewa, yang diburu oleh setiap Muslim, khususnya mereka yang sangat mencari keuntungan akhirat.
Tahukah kita apa itu malam Lailatul Qadar?
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam sebuah surat yang sangat mulia, surat Al-Qodar yang menjelaskan sekaligus tentang kemuliaan malam tersebut.
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ﴿١﴾ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ ﴿٢﴾ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ ﴿٣﴾ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ ﴿٤﴾ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ ﴿٥﴾
“Sesungguhnya Kami turunkan Al-Qur’an pada malam Al-Qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam yang penuh dengan kesejahteraan hingga terbit fajar.” (QS. Al-Qadr[97]: 5)
Dalam satu surat ini, penjelasan yang sangat ringkas tentang Lailatul Qadar yang diawali oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Lailatul Qadar adalah malam diturunkannya Al-Qur’anul Karim.
Lihat juga: Kumpulan Ceramah Singkat dan Praktis
Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan dzomir (kata ganti) “Kami” bukan menunjukkan bahwasanya Allah banyak sebagaimana sebagian orang memberikan syubhat, khususnya orang Nasrani. Penggunaan kalimat “نحن (nahnu)”, mereka katakan bahwasanya ini menunjukkan bahwasannya Allah banyak dan bukan satu. Maka para ulama menjelaskan penggunaan kalimat “نحن (nahnu)”, yakni penggunaan dalam bentuk jamak seperti ini memiliki faidah dalam rangka untuk mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga Allah yang Maha Agung yang menurunkan Al-Qur’an yang sangat Agung.
Lailatul Qadar adalah dua kalimat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya pada malam hari dan menunjukkan ada keutamaan secara khusus tentang malam tersebut. Sebagaimana Allah terangkan dalam beberapa ayat:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ ﴿٤٠﴾
“Dan diantara malam, maka bertasbihlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan pada setiap ini selesai shalat.” (QS. Qaf[50]: 40)
Demikian pula ketika Allah meng-isyra’kan NabiNya pada malam hari:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلً
Demikian pula Allah turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang terakhir, malam hari. Sehingga malam memiliki keutamaan.
Adapun Qadar, para ulama menjelaskan bahwa memiliki dua makna yang penting. Yang pertama bermakna kemuliaan, dan yang kedua bermakna penetapan. Dikatakan kemuliaan karena memang malam itu adalah malam kemuliaan. Diantara kemuliaan malam itu adalah Allah turunkan Al-Qur’anul Karim. Dan diantara kemuliaan malam itu adalah Allah menetapkan takdir-takdir. Para Malaikat sibuk mencatat takdir-takdir setahun yang akan datang. Dan malam itu sangat mulia sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala mengulangi dalam bentuk pertanyaan:
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ ﴿٢﴾
“Tahukah Anda apa itu Lailatul Qadar?”
Disampaikan dalam bentuk pertanyaan, diantaranya memiliki faidah untuk menunjukkan tentang agung dan dahsyatnya malam tersebut dan istimewanya malam tersebut. Hal ini sebagaimana ketika Allah mengatakan:
الْقَارِعَةُ ﴿١﴾ مَا الْقَارِعَةُ ﴿٢﴾
Maka diantaranya memiliki faidah untuk menunjukkan dahsyatnya, luar biasanya Al-Qoriah (hari kiamat).
Demikian pula Ketika datang dalam bentuk pertanyaan:
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ ﴿٢﴾
“Tahukah Anda apa itu Lailatul Qadar?”
Maka pertanyaan yang datang tersebut untuk menunjukkan tentang agungnya malam tersebut. Dan keagungan malam ini pula ditunjukkan dengan:
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا
Para Malaikat dan Jibril turun ke bumi sehingga bumi dipenuhi oleh Malaikat-Malaikat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan turunnya para Malaikat ke bumi menunjukkan banyaknya keberkahan-keberkahan, banyaknya Rahmat yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena turunnya Malaikat Allah Subhanahu wa Ta’ala datang dengan membawa barokah dan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan malam itu menunjukkan kemuliaannya, dikatakan:
سَلَامٌ هِيَ
Malam yang penuh dengan kesejahteraan, malam yang penuh dengan keselamatan, malam yang penuh dengan kesejahteraan, karena di malam itulah banyak kaum Muslimin yang berbuat baik, banyak dari para hamba-hamba Allah yang berbuat baik. Dan juga dikatakan malam keselamatan yakni para setan kesulitan untuk melakukan keburukan, untuk melangsungkan kejahatan, sehingga malam itu adalah malam keselamatan. Selamat dari kejahatan para setan dan selamat dari berbagai macam kesulitan karena para hamba Allah banyak yang melakukan kebaikan-kebaikan, banyak yang dibebaskan Allah Subhanahu wa Ta’ala di malam tersebut.
Ini adalah malam kemuliaan dan malam ini berlangsung:
حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Sampai terbitnya fajar.”
Lebih Baik daripada Seribu Bulan
Malam ini dikatakan Allah:
خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Malam yang kemuliaannya lebih baik daripada seribu bulan. Apabila kita hitung dengan hitungan bulan kehidupan kita, maka sekitar 83 tahun lebih. Sehingga orang yang beramal pada malam Lailatul Qadar, dia akan mendapatkan kebaikan senilai dengan beramal 83 tahun lebih. Alangkah sangat luar biasanya.
Dibawakan sebuah riwayat bahwa diantara sebab turunnya surat Al-Qadr adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan kisah seorang Bani Israil yang beribadah dan berjihad selama seribu bulan. Maka kaum Muslimin terkagum-kagum. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan surat tersebut yang diantaranya keterangan tentang malam yang sangat luar biasa. Yang satu malam nilai ibadahnya bisa lebih baik daripada seribu bulan. Maka ini merupakan keutamaan yang Allah berikan kepada umat Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sehingga ini merupakan kemuliaan yang sangat.
Para pemirsa yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Kapan Malam Lailatul Qadar itu?
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan sebagaimana juga penjelasan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang jelas. Malam Lailatul Qadar ada pada bulan Ramadhan. Karena malam Lailatul Qadar adalah malam diturunkannya Al-Qur’an. Sedangkan turunnya Al-Qur’an ada pada bulan Ramadhan.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan petunjuk yang lebih khusus lagi. Apa kata Nabi?
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah Lailatul Qadar pada 10 akhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan keterangan yang lebih khusus lagi:
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil pada 10 malam yang terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Ini adalah merupakan petunjuk Nabi bagi orang yang mereka menginginkan menggapai malam Lailatul Qadar.
Para pemirsa yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,
Para ulama memberikan pembahasan pula diantaranya, “Apakah malam ini menetap pada tanggal tertentu? Ataukah malam ini berpindah-pindah pada malam-malam yang berlainan tanggal?”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin diantaranya memberikan jawaban bahwa malam Lailatul Qadar adalah malam yang berpindah-pindah, bukan pada tanggal tertentu, akan tapi malam yang berpindah-pindah.
Sehingga boleh jadi malam tahun ini tanggal 25, boleh jadi malam tahun depan tahun 27, boleh jadi tahun depannya lagi 29, demikian Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin memberikan penjelasan tentang berpindah-pindahnya malam Lailatul Qadar.
Hikmah Dirahasiakannya Malam Lailatul Qadar
Malam Lailatul Qadar termasuk sesuatu yang dirahasiakan. Tanggal berapa pastinya? Maka para ulama pula menjelaskan kepada kita bahwa ada dua faidah besar dengan dirahasiakannya keberadaan malam Lailatul Qadar:
Pertama, faidahnya adalah dalam rangka untuk memperbanyak kebaikan kaum Muslimin. Karena orang yang mereka mencari malam Lailatul Qadar dan dia tidak tahu kapan jatuhnya malam Lailatul Qadar, maka dia akan bersungguh-sungguh. Bahkan dia anggap setiap malam itulah malam Lailatul Qadar. Khususnya pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Sehingga setiap malam dia selalu berusaha untuk benar-benar serius, benar-benar mencari dan menghidupkan malam tersebut.
Kedua, sebagai ujian, siapa diantara para hamba yang mereka yang bersungguh-sungguh mencari Lailatul Qadar dan siapa yang mereka pemalas?
Bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghidupkan 10 malam yang terakhir?
Diriwayatkan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lebih sangat bersungguh-sungguh dalam menghidupkan 10 malam yang terakhir dibandingkan dengan malam-malam sebelumnya.” (HR. Muslim)
Nabi sudah bersungguh-sungguh pada malam-malam yang ada di bulan Ramadhan. Akan tetapi kesungguhan beliau di 10 malam yang terakhir lebih besar lagi.
Dan juga dikatakan:
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Apabila Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berada di 10 hari terakhir di bulan Ramadhan, beliau mengencangkan sarungnya (kiasan Nabi mulai menjauhi para istrinya), Nabi menghidupkan malam-malamnya (dengan shalat, dengan dzikir, dengan membaca Al-Qur’an, dengan wirid-wirid, dengan do’a-do’a), dan Nabi membangunkan keluarganya.” (HR. Muslim)
Nabi memiliki perhatian kepada para keluarganya. Jangan sampai mereka terlewatkan malam yang sangat mulia tersebut. Dan selayaknya kita pula demikian.
Bagaimana Seandainya Seorang Wanita Muslimah Haid?
Seandainya seorang wanita Muslimah haid, apakah dia bisa mencari kebaikan Lailatul Qadar? Para ulama menjelaskan, tetap bisa. Yaitu dengan cara dia memperbanyak dzikir, memperbanyak do’a, memperbanyak wirid-wirid, tasbih, tahlil. Dan sebagian ulama mengatakan boleh membaca Al-Qur’an akan tetapi tanpa menyentuh mushaf. Bisa dengan hafalannya atau bisa dengan membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf, intinya adalah membaca Al-Qur’an diperbolehkan dengan tidak menyentuh mushaf Al-Qur’anul Karim.
Para pemirsa yang dirahmati Allah,
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita dan memberikan taufik kepada kita untuk mendapatkan malam yang lebih baik dari seribu bulan yang apabila seorang diharamkan mendapatkan malam ini sungguh dia telah celaka dan telah rugi besar.
مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Barangsiapa yang dia diharamkan mendapatkan kebaikan malam itu, maka sungguh dia telah diharamkan dari kebaikan yang sangat banyak.” (HR. An-Nasa’i, Ahmad dan dishahikan oleh al-Albani di dalam Shahih Ibnu Majah, 2/456)
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufik kepada kita untuk meringankan menghidupkan malam-malam dalam rangka untuk mendapatkan kebaikan Lailatul Qadar. Dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberkahi umum-umur kita, sehingga umur yang barakah penuh untuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ramadhan: Apa Itu I’tikaf?
Pada kesempatan yang berbahagia ini kita akan mempelajari tentang apa itu i’tikaf dan apa hukum-hukum yang ada di dalam i’tikaf tersebut. Kata Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu Rahimahullah,
1. Definisi i’tikaf
I’tikaf secara definisi syar’i yaitu tinggal di masjid dan duduk di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itu definisi i’tikaf secara istilah syar’i.
2. Hukum i’tikaf
Kemudian yang kedua kata beliau bahwa ulama sepakat bahwasannya i’tikaf disyariatkan. Kenapa? Karena Rasul pernah i’tikaf di 10 hari terakhir di bulan suci Ramadhan sampai beliau meninggal dunia. Setelah Rasul meninggal dunia, para istri-istri Rasul melanjutkan i’tikaf beliau.
3. Macam-macam i’tikaf
Ada dua macam i’tikaf. Yaitu i’tikaf yang wajib dan i’tikaf yang sunnah. Adapun i’tikaf yang wajib adalah i’tikaf yang diwajibkan oleh seorang hamba atas dirinya sendiri. Yaitu dengan dia bernazar. Misalnya ada orang mengatakan, “kalau proyek saya sukses atau kalau saya sukses lulus ujian, saya mau i’tikaf di masjid selama dua hari” Maka ini adalah i’tikaf yang wajib bagi orang tersebut karena dia sudah bernadzar.
Adapun i’tikaf yang sunnah yaitu i’tikaf yang dilakukan seorang Muslim dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sukarela dan dia mengikuti jejak Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan itu ditekankan dikala 10 hari terakhir di bulan suci Ramadhan.
Lihat juga: Kumpulan Ceramah Singkat dan Praktis
4. Waktu i’tikaf
Kapan i’tikaf itu dilaksanakan?
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ صَلَّى الْفَجْرَ ثُمَّ دَخَلَ مُعْتَكَفَهُ
“Rasul dahulu Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila ingin beri’tikaf, beliau shalat subuh terlebih dahulu kemudian baru beliau masuk ke tempat i’tikafnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kalau orang itu mau mengikuti jejak Rasul dalam i’tikaf, dia mulai masuk ke tempat i’tikafnya di masjid yang dia mau beri’tikaf pada pagi hari setelah shalat subuh tanggal 20 Ramadhan.
menit-4:28
“Dahulu Rasul pernah i’tikaf di 10 hari di bulan Syawal.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5. Syarat i’tikaf
- Orang itu harus sudah mumayyiz(bisa membedakan mana haq mana batil, mana maslahat mana mafsadah).
- Suci dari junub dan haid serta nifas. Artinya tidak boleh bagi yang belum mandi janabah untuk i’tikaf atau bagi wanita haid dan nifas tidak dibolehkan untuk i’tikaf.
6. Rukun i’tikaf
Tinggal di masjid. Allah mengatakan:
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Jangan kalian menggauli istri-istri kalian sedangkan kalian i’tikaf di Masjid.” (QS. Al-Baqarah[2]: 187)
I’tikaf itu di masjid, bukan di rumah dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala .
7. Hal yang diperbolehkan ketika i’tikaf
Apa saja yang dibolehkan bagi orang yang i’tikaf? Kata beliau bahwa dibolehkan bagi yang beri’tikaf hal-hal berikut ini:
- Boleh ketika di mesjid membangun sebuah kemah. Kemudian ketika ada keluarganya menemuinya, boleh dia keluar dari tempat kemahnya tersebut untuk mengantarkannya sampai ke depan pintu masjid.
- Dibolehkan bagi yang beri’tikaf untuk menyisir rambut ataupun mencukur rambutnya atau untuk memotong kukunya, membersihkan badannya, memakai wangi-wangian dan memakai pakaian yang paling bagus. Namun dalam masalah mencukur rambut, tentunya harus tempat yang tidak sampai mengotori masjid tersebut.
- Boleh keluar dari masjid karena suatu keperluan yang harus dia lakukan. Contohnya kancing, misalnya di dalam Masjid tidak ada kamar mandinya. Maka boleh dia keluar dari masjid untuk buang hajat. Atau dia keluar untuk membeli makan dan minum. Misalnya ketika berbuka puasa, ketika makan sahur, karena tidak ada yang menghantarkan makan, boleh dia keluar. Namun sewajarnya, sesuai dengan kebutuhannya.
- Dibolehkan bagi yang beri’tikaf untuk makan dan minum serta tidur di dalam masjid namun dengan syarat harus yang menjaga kebersihan masjid dan adab-adab masjid.
8. Adab-Adab orang yang beri’tikaf
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau pernah berkata:
menit-8:38
“Yang disunnahkan bagi orang yang beri’tikaf untuk dia tidak keluar kecuali karena kebutuhan yang mendesak yang harus dia betul-betul lakukan.”
Seperti tadi, makan dan minum karena tidak ada yang mengantarnya ke masjid. Atau mungkin membeli obat karena dia sakit. Namun tidak boleh dia menjenguk orang sakit. Atau untuk menggauli istrinya. Atau bercumbu dengannya. Tidak ada i’tikaf kecuali di masjid yang di situ di dirikan shalat berjamaah. Dan disunnahkan bagi yang beri’tikaf untuk berpuasa. Artinya boleh kalau misalnya dia tidak berpuasa untuk i’tikaf.
9. Apa yang bisa membatalkan i’tikaf?
- Bersetubuh dengan istri.
- keluar dari masjid tanpa ada kebutuhan yang mendesak. Dengan sengaja dia keluar tanpa ada kebutuhan yang mendesak. Misalnya seperti tadi, menjenguk orang sakit, atau mungkin ingin untuk tamasya, untuk jalan-jalan, maka ini membatalkan niat i’tikafnya.
- Hilang akalnya karena terkena penyakit gila atau karena mabuk.
- Haid dan nifas.
11. Usaha apa saja yang disunnahkan bagi orang yang beri’tikaf?
- Memperbanyak ibadah-ibadah sunnah seperti shalat-shalat sunnah.
- Membaca Al-Qur’an.
- Berdzikir.
- Membaca buku-buku agama.
Ini adalah yang disunnahkan bagi yang beri’tikaf. Jangan i’tikaf hanya untuk pindah tidur saja. Terkadang ada sebagai orang yang i’tikaf, namun dia memperbanyak tidur di masjid dan tidak beribadah. Nauzubillahmindzalik..
12. Apa yang dimakruhkan bagi yang beritikaf?
- Menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Baik memperbanyak ucapan atau perbuatan yang tidak ada manfaat atau tidak ada faedahnya.
- Diam, tidak mau bicara, namun dengan niat bahwa dia kira itu adalah bentuk ibadah kepada Allah dikala i’tikaf.
Wallahu Ta’ala A’lam
Doa Akhir Ramadhan
Di bulan yang mulia ini, ada manusia yang peduli dengan kemuliaan yang dimiliki oleh bulan ini dan ada manusia yang tidak peduli. Manusia yang tidak peduli ini cukup banyak. Sehingga di bulan suci ini dia tidak tergerak untuk menunaikan shalat lima waktu, tidak malu untuk menampakan bahwa dirinya tidak berpuasa di depan umum, dan masih banyak hal-hal lain yang menunjukkan ketidakpedulian dia dengan bulan Ramadhan.
Namun di tengah-tengah manusia yang tidak peduli itu, masih ada manusia-manusia yang peduli, yang tahu bahwasanya bulan Ramadhan adalah kesempatan emas untuk mengumpulkan pundi-pundi pahala. Kesempatan emas untuk meraih ampunan Allah ‘Azza wa Jalla. Dan mudah-mudahan kita termasuk golongan tersebut.
Tapi, semaksimal apapun usaha kita, sekuat apapun kita menjaga ibadah kita di bulan suci ini, pasti di sana-sini ada kekurangan. Kadang mata kita terlepas untuk melihat hal-hal yang diharamkan Allah, kadang telinga kita terlewat untuk mendengar hal-hal yang diharamkan oleh Allah, kadang lisan kita mengucapkan kata-kata yang diharamkan oleh Allah atau minimal mengucapkan kata-kata yang tidak ada manfaatnya, kadang sebagian dari waktu kita digunakan untuk hal-hal yang tidak ada manfaatnya; main game, nonton hal-hal yang tidak bermanfaat, kadang kaki kita mengeluh, ‘kenapa bacaan imam panjang sekali?’ Dan masih banyak hal-hal lain yang merupakan perbuatan-perbuatan yang bisa mengurangi usaha maksimal kita dalam meraih pahala di bulan suci ini.
Ada sebuah nasehat yang disampaikan oleh seorang ulama yang bernama Imam Al-Fudhail bin Iyadh Rahimahullah. Sebagaimana dinukil dalam kitab Hilyatul Auliya, beliau pernah mengatakan:
تُحْسِنُ فِيمَا بَقِيَ ، يُغْفَرُ لَكَ مَا مَضَى وَمَا بَقِيَ
“Seandainya di hari-hari terakhir yang tersisa ini, engkau berbuat baik, memanfaatkan secara maksimal hari-hari yang tersisa ini, maka kekuranganmu yang telah lampau dan yang akan datang akan diampuni oleh Allah.”
Kata beliau, andaikan di hari yang tersisa ini, jika beberapa hari ini kita maksimalkan ibadah kita, kita minimalkan kekurangan-kekurangan tadi, maka kesalahan-kesalahan kita, kekurangan-kekurangan kita yang telah lampau dan yang akan datang bakal diampuni oleh Allah.
Tapi kata beliau:
Lihat juga: Kumpulan Ceramah Singkat dan Praktis
فَإِنَّكَ إِنْ أَسَأْتَ فِيمَا بَقِيَ أُخِذْتَ بِمَا مَضَى وَمَا بَقِيَ
“Tapi seandainya di hari-hari yang terakhir ini justru engkau tutup dengan keburukan, semakin parah engkau tidak peduli dengan bulan Ramadhan, maka engkau akan diadzab atas dosa-dosa yang telah lampu dan yang akan datang.”
Maka nasihat ini yang disampaikan oleh Imam Al-Fudhail ini memberikan hiburan kepada kita. Andaikan memang kemarin-kemarin ada kekurangan dalam diri kita, maka ini kesempatan. Untuk mengejar ketertinggalan yang sudah kita lakukan pada hari-hari yang lalu. Apalagi malam ini, malam 27 Ramadhan.
Kata sebagian ulama malam 27 adalah malam yang peluangnya paling besar untuk menjadi malam Lailatul Qadar. Dari seluruh malam-malam ganjil yang ada, malam 27 adalah malam yang peluangnya paling besar. Maka malam ini, maksimalkan.
Dari ibadah yang fardhu, jauhi maksiat, tambah dengan ibadah-ibadah yang sunnah, shalat tarawih, qiyamul lail, baca Al-Qur’an, dzikir, do’a yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha:
اللَّـهُـمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُـحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Pemaaf dan Pemurah maka maafkanlah diriku.” (HR. Ahmad 25384, At-Turmudzi 3513, Ibn Majah 3850, An-Nasai dalam Amal Al-yaum wa lailah, dan Al-Baihaqi dalam Syua’bul Iman 3426. Hadis ini dinilai shahih oleh Al-Albani)
Terus perbanyak ini. Waspada dari hal-hal yang bisa mengganggu kekhusyukan kita.
Matikan HP! Matikan HP!
Waktunya kita berkomunikasi dengan Allah. Kita sudah terlalu banyak berkomunikasi dengan manusia, bahkan sampai kita terabaikan dengan komunikasi kita terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sungguh kepentingan kita dengan Allah itu lebih besar daripada kepentingan kita dengan manusia, urusan kita dengan Allah lebih besar daripada urusan kita dengan manusia, kebutuhan kita kepada Allah lebih besar daripada kebutuhan kita kepada manusia, dan keperluan kita kepada Allah lebih besar dari kebutuhan kita kepada manusia.
Sangat tragis!
Seandainya malam-malam seperti ini kita habiskan waktu kita untuk nonton, main game, nonton bola, ini tragis! Matikan! Alat-alat komunikasi, televisi, matikan semuanya. Maksimalkan komunikasi kita dengan Allah. Mudah-mudahan seperti yang dikatakan oleh Imam Al-Fudhail tadi, bahwa kekurangan kita yang telah lampau dengan kebaikan dan perbaikan di akhir ini, mudah-mudahan bisa mengampuni apa yang sudah kita kerjakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar