Al-Qur’an dan Hadits Mengisyaratkan Seseorang Untuk Bekerja
1. Al-Qur’an mengisyaratkan seseorang untuk bekerja
Menit ke-9:16 Banyak sekali dalil yang menyuruh seorang untuk menunaikan hak-hak, maka mau tidak mau seorang harus bekerja. Terlalu banyak dalam Al-Qur’an maupun hadits yang mengisyaratkan seseorang untuk bekerja.
Contohnya, dalam Al-Qur’an, Allah memuji sekelompok lelaki yang ada waktunya mereka ke masjid tapi mereka tidak di masjid terus, mereka berdagang tapi perdagangan mereka tidak melalaikan mereka dari beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala:
رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّـهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ ﴿٣٧﴾
“Sekelompok lelaki yang perdagangan tidak melalaikan mereka, transaksi tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah, dari menegakkan shalat, dan dari membayar zakat. Mereka takut datang suatu hari dimana mata mereka tidak stabil karena sangat mengerikan pada hari tersebut.”
Di sini Allah jelaskan bahwa mereka berdagang, mereka bertransaksi, tetapi perdagangan mereka dan transaksi mereka tidak memalingkan mereka dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala, jadi hak mereka tunaikan semua. Hak Allah mereka tunaikan, hak istri mereka, hak anak-anak mereka, hak orang tua mereka, itu mereka tunaikan dengan berdagang.
Dan ini yang menakjubkan. Sekelompok orang yang mereka tenggelam dalam pekerjaan duniawi tetapi mereka tidak lalai dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karenanya Allah memuji mereka. Allah tidak sedang memuji orang yang di masjid terus, tetapi Allah sedang memuji orang-orang yang mereka bekerja tapi mereka ternyata tidak lalai dari mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Oleh karenanya seperti Allah berfirman dalam ayat yang lain, kata Allah:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّـهِ وَاذْكُرُوا اللَّـهَ كَثِيرًا…
“Jika sudah selesai shalat jum’at, maka bertebarlah di atas muka bumi dan carilah karunia Allah, tapi jangan lupa banyak mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Jumu’ah[62]: 10)
Jadi setelah shalat jum’at jangan santai-santai, tidak demikian. Waktunya kerja, maka bekerjalah. Tapi jangan sibuk dunia sehingga lupa akhirat. Kata Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dalam pekerjaanmu, jangan lupa ingat Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Contohnya juga, kata Allah Subhanahu wa Ta’ala:
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِن رِّزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ ﴿١٥﴾
“Dialah Allah yang telah menundukkan bumi bagimu, berjalanlah kalian di penjuru-penjuru bumi (cari di gunung-gunung kalau perlu), dan makanlah dari rezeki Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kepada Kami lah kalian akan kembali.” (QS. Al-Mulk[67]: 15)
2. Hadits mengisyaratkan seseorang untuk bekerja
Dalam hadits, seperti Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan 7 golongan yang dinaungi Allah pada hari kiamat tatkala matahari dalam jarak 1 mil, diantaranya yaitu kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي المَسَاجِدِ
“Seorang yang hatinya rindu untuk ke masjid.”
Berarti kita pahami bahwa dia tidak sedang di masjid, dia sedang beraktivitas, tetapi dia rindu kapan diumandangkan adzan sehingga dia bisa melaksanakan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini menunjukkan dia beraktivitas tetapi hatinya ke masjid. Bukan sebaliknya, tatkala adzan masjid seakan-akan ini memperlambat transaksi, waktunya shalat terkadang seakan-akan mengurangi keuntungan, bukan demikian. Dia transaksi, dia bekerja, tapi kalau sudah waktunya shalat dia shalat, bahkan dia rindu kapan dia bisa melangkahkan kaki ke masjid. Menunjukkan hadits ini dia sedang kerja tetapi tetap ingat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Contoh lagi kisah ‘Umar yang bergantian menuntut ilmu. Dalam Shahih Bukhari, Al-Imam Bukhari membuat sebuah bab yang judulnya بَابُ التَّنَاوُبِ فِي العِلْمِ (bab tentang bergantian dalam menuntut ilmu). Yaitu ‘Umar dengan tetangganya, sehari ‘Umar ikut pengajian dan tetangganya kerja, besoknya gantian tetangganya ikut pengajian bersama Nabi dan ‘Umar yang kerja. Nanti ketika malam mereka bertemu untuk sharing. Dan begitulah ‘Umar bergantian. Ini menunjukkan bagaimana ‘Umar tetap kerja dan dia tidak ingin ketinggalan ilmu sehingga dia bergantian dengan kawannya. Hal ini supaya dia menunaikan kedua hak, hak Allah dia tunaikan dengan menuntut ilmu dan hak keluarganya pun dia tunaikan.
Kemudian kisah seorang sahabat yang bekerja dalam kondisi puasa. Kisah Qais bin Shirmah. Dia pingsan ketika bulan Ramadhan. Haditsnya ma’ruf di shahih Bukhari. Ketika ada seorang sahabat di bulan Ramadhan, kemudian dia bekerja, kemudian besoknya dia bekerja lagi sebelum sempat berbuka puasa dan sahur, saat dia bekerja itu dia pingsan. Ini awal-awal terjadinya puasa. Intinya dia bekerja di bulan Ramadhan sampai dia pingsan. Berarti dia bertanggung jawab kepada keluarganya.
Belum lagi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh untuk bekerja dan tidak minta-minta. Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidak ada makanan yang paling halal yang terbaik yang kita makan kecuali dari hasil pekerjaan kita. Dan bahkan Nabi Dawud ‘Alaihish Salam dahulu makan dari hasil pekerjaannya sendiri.” (HR. Bukhari)
Di situ Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh kita untuk bekerja sendiri dan kalau bisa kita makan dari hasil kerja kita sendiri, tidak meminta-minta kepada orang lain. Ini adalah motivasi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk bekerja.
Kemudian juga misalnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
لَأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا ، فَيُعْطِيَهُ أَوْ يَمْنَعَهُ
“Lebih baik salah seorang dari kalian mengambil seikat kayu kemudian ia pikul di pundaknya kemudian dia jual daripada dia meminta-minta kepada orang lain dikasih atau tidak dikasih.” (HR. Bukhari)
Pekerjaan mengambil kayu bakar di hutan kemudian jualan ini sepertinya pekerjaan rendah, tapi kata Nabi bahwa itu lebih baik seorang melakukan demikian daripada meminta-minta dan berharap kepada orang lain. Ini menunjukkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh seseorang untuk bisa bekerja. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berkata:
مَنْ يَكْفُلُ لِي أَنْ لَا يَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا، وَأَتَكَفَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang bisa menjamin kepadaku dia tidak minta-minta kepada orang lain, maka aku akan menjamin baginya surga.” (HR. Abu Dawud)
Kenapa demikian? Karena semakin orang tidak minta bantuan kepada orang lain, semakin kuat harapannya kepada Allah, semakin tinggi tawakalnya, dia tidak terbiasa meminta-minta kepada orang lain, dia terbiasa selalu bersandar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sampai-sampai Nabi pernah mengambil baiat kepada para sahabat: “Jangan kalian minta kepada orang lain.” Sampai-sampai ketika dia naik kuda atau naik unta kemudian cemetinya jatuh, dia tidak suruh orang untuk ambilkan, dia berhenti, dia turun dan dia ambil sendiri baru kemudian dia naik lagi di atas tunggangannya. Hal ini untuk melatih diri tidak biasa minta kepada orang lain. Tentu beda kalau bos menyuruh anak buahnya, maksudnya untuk sesama kawan, usahakan untuk tidak minta-minta kepada orang lain.
Oleh karena perkataan Ibnu Taimiyah Rahimahullahu Ta’ala, dia berkata:
احتج الى من شئت تكن اسيره
“Butuhlah engkau kepada siapapun, maka kau akan jadi tawanannya.”
Engkau semakin banyak hutang budi akhirnya kita menjadi tawanan dia. Kemudian kata Ibnu Taimiyah:
استغنِ عمن شئت تكن نظيره
“Dan cukuplah engkau tidak butuh kepada orang lain, maka engkau akan seimbang dengannya.”
وأحسن إلى من شئت تكن أميره
“Berbuat baiklah kepada orang lain, kau akan menjadi amirnya.”
Ini perkataan yang luar biasa. Kalau kau ingin menjadi tawanan orang, selalu butuh kepada dia, hutang budi banyak-banyak kepada dia, jadilah engkau tawanan dia. Kemudian sebaliknya, kalau kau tidak butuh dengan dia, kau jadi berimbang dengan dia. Tapi kalau sering kasih dia, justru kau menjadi pemimpinnya.
Oleh karenya ketika kita bergaul, kita punya kawan-kawan, kita berusaha tidak minta-minta, kalau dia bantu kita Alhamdulillah, tapi jangan suka biasakan diri kita untuk minta-minta kepada orang lain. Seringlah kita meminta kepada Allah, merendahkan diri kepada Allah dan tidak meminta kepada orang lain. Karena semakin kita tidak minta kepada orang lain, maka tawakal kita semakin tinggi, tauhid kita semakin tinggi. Bukan berarti tidak boleh, tetapi tidak disukai.
Intinya bahwa hadits-hadits ini semua menyuruh seorang untuk bekerja, karena hak yang harus ditunaikan banyak. Hak istrinya, hak anaknya, hak orang taunya, dan dia harus bisa menunaikan bukan cuma hak Allah, tapi hak orang di sekelilingnya harus dia tunaikan, diantaranya dengan bekerja semampunya.
Jadi kita sudah punya gambar tentang muslim, jangan sampai seorang berprasangka bahwa namanya seorang muslim yang sejati adalah muslim yang cuma di masjid doang, yang cuma hafal Al-Qur’an doang, yang cuma ngaji doang, tidak. Islam ini komprehensif, lengkap segalanya dan masing-masing ada haknya. Jika ada satu hak berlebihan dalam hak tersebut padahal bukan profesinya, akhirnya akan menumbalkan hak-hak yang lain. Sebagaimana Abu Darda Radhiyallahu ‘Anhu ketika berlebih-lebihdan dalam puasa dan shalat malam, akhirnya hak istrinya dia lalaikan.
Al-Qur’an Diturunkan Pada Bulan Ramadhan
Kemudian ayat yang selanjutnya, yaitu firman Allaah subhanahu wa ta’ala :
. . . شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
Artinya : “Bulan Ramadhan yang diturunkan di dalamnya Al-Qur’an. . . “
[ Potongan Qur’an surah Al Baqarah ayat : 185].
Bulan puasa atau bulan Ramadhanyang diturunkan di dalamnya Al-Qur’an, tadi disebutkan diwajibkan kalian berpuasa, kemudian ayat yang kedua (hari hari yang dihitung). Kapan hari hari yang dihitung ? Bulan syawal,atau dzulqadah, atau dzulhijah, atau bulan apa ?
Allaah mengatakan,”شَهْرُ رَمَضَانَ “ , bahwa “ أَيَّامًا مَّعْدُودَٰتٍ “ adalah bulan Ramadhan. Di situlah Allaah mewajibkan berpuasa bagi orang-orang yang beriman. Kenapa dipilih bulan Ramadhan ? “ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ”, karena diturunkan Al-Qur’an di bulan tersebut.
Maksud diturunkan di sini adalah diturunkan dari lauh mahfudz ke langit dunia. Itu diturunkan Al-Qur’an pada bulan tersebut, dan Allaah memilih menurunkan Al-Qur’an yang merupakan “ هُدًى لِلنَّاسِ “ (di situ ada petunjuk bagi manusia). Orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an, ihtadaa (maka dia akan mendapatkan petunjuk) dia tidak akan tersesat.
…وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَان…
Lihat juga: Kumpulan Ceramah Singkat dan Praktis
Artinya : “ . . . dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil) “
[ Potongan Qur’an surah Al Baqarah ayat : 185].
Di dalamnya ada penjelasan-penjelasan terhadap petunjuk tadi, bukan hanya petunjuk. tetapi di dalamnya juga ada”بَيِّنَٰت” (penjelasan penjelasan terhadap petunjuk tadi). Berarti dia adalah Al-Qur’an yang jelas dipahami dan orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an, dia akan mendapatkan petunjuk. Dan dengan dia mendapat petunjuk, maka dia akan selamat di dunia dan juga di akhirat.
Mengapa Bulan Ramadhan Termasuk Bulan Yang Istimewa ?
”وَٱلْفُرْقَان”(dan dia adalah pembeda, yaitu Al-Qur’an adalah pembeda antara yang haq dengan yang bathil). Yang benar adalah apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an, dan yang bathil adalah yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an.
Maka ini menunjukkan tentang agungnya bulan ini, Allaah memilih bulan Ramadhan di antara 12 bulan untuk menurunkan Al-Qur’anul karim. Dan setiap sesuatu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, maka AllaahSubhanahu Wa Ta’ala akan menjadikan dia yang terbaik.
Bulan Ramadhan karena di situ diturunkan Al-Qur’an, maka dia adalah sayyidus suhur (pembukanya bulan-bulan). Nabi Muhammad shallallaahu ‘alayhi wa sallam diturunkan kepada beliau Al-Qur’an, maka beliau adalah sayyidun naas. Afdhalul anbiya’ wal mursalin.
Jibril ‘alayhi salam karena beliau, dialah yang membawa Al-Qur’an, menyampaikan wahyu kepada Nabi, maka beliau adalah sayyidul malaaikah. Thayyib, dan mekkah yang diturunkan pertama kali Al-Qur’an di sana, maka dia adalah afdhalu al biqa’. Tanah yang paling mulia di permukaan bumi adalah tanah haram mekkah.
Dan setiap orang yang dia mempelajari Al-Qur’an, dan mengajarkan Al-Qur’an, maka dia adalah sebaik-baik manusia.
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَه
Artinya : “ Sebaik-baik dari kalian adalah yang belajar al-Quran dan mengajarkannya.”
(Hadits Riwayat Bukhari).
Sebaik-baik dari kalian adalah yang mengajarkan atau mempelajari Al-Qur’an, dan mengajarkan Al-Qur’an, makanya dipilih bulan ini. Dan diwajibkan di dalam bulan ini, satu diantara rukun-rukun islam, yaitu berpuasa.
…ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ…
Artinya : “. . bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). . .”
[ potongan Qur’an surah Al-Baqarah ayat 185 ].
Malam Lailatul Qadr Adalah Malam Yang Lebih Baik Dari Seribu Bulan
Allaah subhanahu wa ta’alamengatakan :
إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ فِى لَيْلَةِ ٱلْقَدْرِ
Artinya : “ Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam lailatul qadr.
[ Qur’an surah Al-Qadr ayat 1 ].
“ Kami telah menurunkan dia (yaitu Al-Qur’an) pada malam lailatul qadr “. kapan terjadi malam lailatul qadr ? di bulan Ramadhan, sebagaimana dalam hadits :
…فيهِ ليلةٌ خيرٌ من ألفِ شَهرٍ…
Artinya : “. . . Di dalamnya ada sebuah malam, dia lebih baik daripada seribu bulan . . “.
[ HR. An Nasa-I (2106), Dan Ahmad (12/59).
Yang menunjukan Al-Qur’an diturunkan di bulan ini, dan Allaah mengatakan :
إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ فِى لَيْلَةٍ مُّبَٰرَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ
Artinya : “ sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. “
[ Qur’an Surrah Ad-Dukhan ayat 3 ].
Al-Qur’an Diturunkan Ke Langit Dunia
“Kami turunkan Al-Qur’an di malam yang berbarakah, yaitu di malam lailatul qadr “. Adapun dari langit dunia kepada Nabi Shallallaahu ‘alayhi wa Sallam, maka diturunkan mufarroqon munaj jaman (yang diturunkan secara berangsur-angsur).
Selama berapa tahun? Kurang lebih selama 23 tahun diturunkan Al-Qur’an kepada Nabi Shallallaahu’alaihi wa sallam, sesuai dengan kejadian. Ketika perang badar misalnya, turun surah Al-Anfal. Ketika Nabi bermuka masam, maka turun surah Abasa dan seterusnya.
Diwajibkannya Berpuasa Di Bulan Ramadhan
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya : “ . . .Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. . . “
[ Potongan Qur’an surah Al Baqarah ayat : 185].
Berarti puasa diwajibkan di bulan apa ? Bulan Ramadhan. Bukan di bulan Dzulqadah, bukan di bulan Muharram. Ada ketentuannya dalam islam, itu di bulan Ramadhan. Makanya dalam hadits
الإسلام على خمس : شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ، وإقام الصلاة، وإيتاء الزكاة، وصوم رمضان…
Artinya : “. . . Islam dibangun di atas lima perkara: (1) Syahadat bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah; (2) Menegakkan shalat; (3) Menunaikan zakat; (4) Puasa di bulan Ramadhan. . . “
(Potongan Hadits Riwayat Al-Bukhari no.8 dan Muslim no. 16).
”فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ”(maka barangsiapa di antara kalian yang menemui bulan tersebut, maka hendaklah dia berpuasa). “ شَهِدَ “ ma’nahu hadhor (dia menemui bulan Ramadhan) dalam keadaan dia mukim, dalam keadaan dia sehat, ini maksudnya.
Menemui bulan Ramadhan, “ مِنكُمُ”(kembali kepada orang orang yang beriman). “ شَهِدَ “ di sini mencakup apa? (mukim dan dia dalam keadaan sehat). “ مِنكُمُ”(dari orang-orang yang beriman, mereka baligh) diwajibkan bagi mereka berpuasa. (muslim, baligh, berakal) dan dia dalam keadaan mukim (dalam keadaan sehat).
Maka “ فَلْيَصُمْهُ”(hendaklah dia berpuasa), ini menunjukkan tentang termasuk kewajiban berpuasa, dalil kewajiban berpuasa adalah ayat ini :
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
Artinya : “ . . .Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. . . “
[ Potongan Qur’an surah Al Baqarah ayat : 185].
Karena “ فَلْيَصُمْهُ”di sini adalah Amr (perintah). “ ل ” di sini adalah لَامُ الأَمْرِ , dan asal dari perintah adalah kewajiban. Berarti ini bisa dijadikan dalil juga tentang kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan.
Berarti dengan adanya ayat ini, sudah dihapus hukum yang sebelumnya. Hukum sebelumnya mukhayyar (yang diberikan pilihan). Sekarang sudah sudah diwajibkan, sebelumnya diberikan pilihan (boleh puasa, boleh tidak). yang tidak puasa maka dia membayar fidyah, Tapi dia berpuasa itu lebih baik. Sekarang sudah tidak ada pilihan,” فَلْيَصُمْهُ” (maka semuanya harus berpuasa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar