Kapitayan AGAMA PERTAMA di Nusantara,Bukti bahwa Para Nabi Pernah diutus di Nusantara
SEBENARNYA AGAMA APA YANG ADA PERTAMA KALI BERKEMBANG DI NUSANTARA?
Agama yang paling awal berkembang di Nusantara adalah Kapitayan.
Sebuah kepercayaan yang memuja sesembahan utama yang disebut, “Sanghyang Taya” yang bermakna hampa atau kosong. Orang Jawa/Sunda Wiwitan mendefinisikan Sanghyang Taya dalam satu kalimat, “tan kena kinaya ngapa” alias tidak bisa diapa-apakan keberadaannya. Untuk itu, supaya bisa disembah, Sanghyang Taya mempribadi dalam nama dan sifat yang disebut “Tu” atau “To”, yang bermakna “daya gaib”, yang bersifat adikodrati.
Dalam bahasa Jawa kuno, Sunda kuno juga Melayu kuno, kata “taya” artinya kosong atau hampa namun bukan berarti tidak ada. Ini adalah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan sesuatu yang tidak bisa didefinisikan, tan kena kinaya ngapa, sesuatu yang tidak bisa dilihat, juga tidak bisa diangan-angan seperti apapun. Ia ada tetapi tidak ada.
BAGAIMANA DASAR PEMAHAMAN AJARAN TERSEBUT?Dalam sistem ajaran Kapitayan yang begitu sederhana waktu itu, Sanghyang Taya tidak bisa dikenali kecuali ketika muncul dalam bentuk kekuatan gaib yang disebut “Tu”. “Tu”adalah bahasan kuno yang artinya benang atau tali yang menjulur. “Tu” inilah yang dianggap sebagai kemungkinan pribadi Sanghyang Taya.
“Tu” kemudian diketahui mempunyai sifat utama yaitu sifat baik (positif) dan sifat tidak baik (negatif). Yang baik bersifat terang dan yang tidak baik begitu gelap namun dalam satu kesatuan. “Tu” yang baik disebut Tuhan, dan “Tu” yang tidak baik disebut Hantu.“Tu” bisa didekati ketika dia muncul di dunia dalam sesuatu yang terdapat kata-kata ‘tu’. Seperti wa-tu, tu-gu, tu-nggak, tu-nggul, tu-ban, dan sebagainya, yang menyiratkan adanya kekuatan ghaib dari “tu” yang bersemayam. Biasanya orang-orang memberikan sesajen. Ini jaman purba sekali.
DALAM MENYEBARKAN AGAMA ISLAM APAKAH WALISONGO MENGADOPSI KAPITAYAN?
Memang Kapitayan ini diadopsi oleh Wali Songo untuk menyebarkan Islam.
Karena selama 850 tahun Islam tidak bisa masuk pada kalangan pribumi yang mayoritas penganut Kapitayan. Karena apa? Karena para saudagar muslim Arab (yang belum paham ilmu tafsir dan takwil Al-Qur’an secara lengkap), menceritakan bahwa Allah itu duduk di atas singgasana bernama Arsy. Lho, itu kan seperti manusia?. Orang-orang pribumi yang memahami Kapitayan tidak bisa menerima logika seperti itu. Bagaimana Tuhan duduk, itu kan sama seperti manusia?
LALU PRINSIP AJARANNYA BAGAIMANA ?
Dalam ajaran Kapitayan tidak mengenal dewa-dewa seperti Hindu dan Budha.
Nah, pada jaman Wali Songo, prinsip dasar Kapitayan dijadikan sarana untuk berdakwah dengan menjelaskan kepada masyarakat bahwa Sanghyang Tayaadalah laisa kamitslihî syai’un, berdasarkan dalil al-Quran dan Hadis yang artinya sama dengan tan kena kinaya ngapa, sesuatu yang tidak bisa dilihat, juga tidak bisa diangan-angan seperti apapun.
Wali Songo juga menggunakan istilah ‘sembahiyang’ dan tidak memakai istilah shalat.
Sembahiyang adalah menyembah ‘HYang’. Di mana? Di sanggar. Tapi, bentuk sanggar Kapitayan kemudian diubah menjadi seperti langgar-langgar di desa yang ada mihrabnya. Dilengkapi bedhug, ini pun adopsi Kapitayan. Tentang ajaran ibadah tidak makan tidak minum dari pagi hingga sore tidak diistilahkan dengan ‘shaum’ karena masyarakat tidak ngerti tapi menggunakan istilah ‘upawasa’kemudian menjadi puasa.
Orang-orang dahulu jika ingin masuk Islam cukup mengucapkan syahadat, setelah itu selamatan pakai tumpeng. Jadi, Kapitayan selalu menyeleksi atas semua yang masuk. Jangan harap bisa diterima oleh Kapitayan bila ada agama yang Tuhannya berwujud seperti manusia. Karena, alam bawah sadar mayoritas masyarakat Nusantara akan menolak.
Hindu pun ketika masuk ke Nusantara juga diseleksi. Ajaran Hindu yang paling banyak pengikutnya waktu itu adalah Waisnawa, pemuja Wisnu. Namun karena terdapat ajaran yang menyatakan bahwa Wisnu bisa muncul dalam sosok manusia akhirnya ajaran itu habis tergusur, digantikan ajaran Siwa yang berpandangan bahwa Tuhan tidak bisa mewujud sebagaimana manusia.
MENURUT PERSEPSI ANDA, APA YANG DISEBUT KEJAWEN?
Kata Kejawen secara gramatika kebahasaan saja sudah salah. Dalam bahasa Jawa, tidak ada
kata Kejawen. Sebetulnya Kejawendiberikan kepada kelompok hasil reformasi yang dilakukan oleh Syaikh Lemah Abang di daerah pedalaman. Reformasi dari masyarakat “kawulo” yang artinya budak menjadi masyarakat merdeka sehingga menimbulkan konflik dengan elite Kesultanan Demak.
kata Kejawen. Sebetulnya Kejawendiberikan kepada kelompok hasil reformasi yang dilakukan oleh Syaikh Lemah Abang di daerah pedalaman. Reformasi dari masyarakat “kawulo” yang artinya budak menjadi masyarakat merdeka sehingga menimbulkan konflik dengan elite Kesultanan Demak.
Syaikh Lemah Abang (Syekh Siti Jenar) membentuk banyak sekali Desa Lemah Abang, dari daerah Banten sampai daerah ujung timur Jawa. Para pengikut Syaikh Lemah Abang umumnya menentang tradisi Ritual dan Fiqh Kesultanan Demak
Dalam buku Negara Kerta Bumi disebutkan bahwa Syaikh Lemah Abang pernah tinggal di Baghdad selama tujuh belas tahun. Oleh karena itu, pemahaman dia terhadap sistem kekuasaan banyak terpengaruh oleh sistem kekuasaan di Baghdad. (Syeik lemah Abang senetulnya kelahiran Persia/Iran dan merupakan ulama Sufi keturunan Nabi (Itrah Nubuwah,
Ketika balik ke Nusantara, dia melihat realita Kesultanan Demak yang masih meneruskan pola kekuasaan Majapahit. Jika ada masyarakat yang akan menghadap sultan atau raja diharuskan nyembah dulu yang oleh Syaikh Lemah Abang dianggap tidak benar. Sebab ketika Syaikh Lemah Abang menghadap sultan maupun raja, dia tetap dengan posisi berdiri, tidak nyembah, dan sejak itu dia melarang masyarakat menyembah jika menghadap sultan.
Pokok ajaran KAPITAYAN:
“Hamemayu Hayuning Bawono: Menata Keindahan Dunia”.
Kapitayan, Agama Universal Dari Tanah Jawa (Sundaland).
Wahai saudaraku. Jauh sebelum era perhitungan Masehi dimulai, khususnya di tanah Jawa sudah ada satu keyakinan pada Ke-Esaan Tuhan. Para leluhur kita dulu SUDAH SADAR DIRI, jauh sebelum ajaran agama baru yang di import dari Timur Tengah, India dan China hadir di Nusantara. Para beliau merasa bahwa KEYAKINAN itu adalah untuk DIPERCAYA dan DILAKUKAN ajarannya, bukannya menjadi bahan perdebatan atau malah dicarikan eksistensinya lalu menjadi sumber pertikaian dan peperangan. Oleh sebab itu, nenek moyang orang Jawa sudah membekali dirinya dengan pengetahuan tentang Dzat (kenyataan) Tertinggi serta tentang bagaimana bisa menemukan-Nya.
Ya. Orang Jawa dan Sunda dan pada umumnya suku lain di Nusantara seperti Batak Parmalim, Kaharingan Dayak Borneo, To Manurung-Ila Galigo di Sulawesi, dll, di masa lalu telah percaya akan keberadaan suatu entitas yang tak kasat mata namun memiliki kekuatan Adikodrati yang menyebabkan kebaikan dan keburukan dalam kehidupan dunia. Mereka tidak pernah menyembah selain kepada Tuhan Yang Maha Agung. Meskipun ia adalah seorang Dewa atau Bhatara sekalipun, semua itu tetaplah mereka anggap sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan dan tentunya tidak layak untuk disembah sebagaimana Dzat Yang Maha Kuasa sendiri. Tuhan-lah yang orang Jawa yakini dan mereka sembah, yang telah mereka pahami sebagaimana yang disebut kemudian dengan istilah Sang Hyang Taya.
Memang pada masa itu orang Jawa belum memiliki Kitab Suci, tetapi mereka telah memiliki bahasa sandi yang dilambangkan dan disiratkan dalam semua sendi kehidupannya dan mempercayai ajaran-ajaran itu tertuang di dalamnya tanpa mengalami perubahan sedikitpun karena memiliki pakem (aturan yang dijaga ketat). Kesemuanya merupakan ajaran yang tersirat untuk membentuk laku utama yaitu Tata Krama (Aturan Hidup Yang Luhur) dan untuk menjadikan orang Jawa sebagai sosok yang hanjawani (memiliki akhlak terpuji).
Karena itulah, masyarakat Jawa yang cair (ramah dan santun), juga menerima dengan baik ajaran agama yang dibawa oleh kaum migran (Hindu, Buddha, Islam, Nasrani dan lainnya) selama mempunyai konteks yang sama dengan ujung MONOTHEISME (Tuhan yang satu). Sebab inilah banyak agama yang dibawa kaum migran lalu memilih basis dakwahnya dari tanah Jawa.
Sungguh, leluhur Jawa dulu selalu melihat bahwa agama itu sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan “ibadah”). Ajaran mereka biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat dan menekankan pada konsep “keseimbangan”. Mereka hampir tidak pernah mengadakan kegiatan perluasan ajaran, tetapi melakukan pembinaan secara rutin. Simbol-simbol “laku” berupa perangkat adat asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya itu menampakan kewingitan (wibawa magis), bukan inti ajarannya. Namun memang tidak bisa dipungkiri telah banyak orang (termasuk penghayat Kejawen sendiri) yang dengan mudah memanfaatkan ajaran leluhur itu dengan praktik klenik dan perdukunan, padahal sikap itu tidak pernah ada dalam ajaran para leluhur dulu.
Kata-kata mutiara islami dari Alquran
1. "Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." QS Asy-Syuura 43
2. "Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi. kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”." – Q.S Al-Kahfi: 23-24
3. "Sesungguhnya Tuhanku amat dekat lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." – Q.S Huud: 61
4. "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu." – Q.S Al-Jumuah: 8
5. "Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok." – Q.S Luqman: 34
Kata-kata mutiara islami dari Nabi Muhammad SAW
Kata-kata mutiara islami dari Alquran
1. "Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." QS Asy-Syuura 43
2. "Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi. kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”." – Q.S Al-Kahfi: 23-24
3. "Sesungguhnya Tuhanku amat dekat lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." – Q.S Huud: 61
4. "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu." – Q.S Al-Jumuah: 8
5. "Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok." – Q.S Luqman: 34
Kata-kata mutiara islami dari Nabi Muhammad SAW
1. "Jauhilah dengki, karena dengki memakan amal kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar."
2. "Allah tidak melihat bentuk rupa dan harta benda kalian, tapi Dia melihat hati dan amal kalian."
3. "Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak."
4. “Lihatlah orang-orang yang dibawahmu dalam urusan harta dunia, dan jangan sekali-kali melihat yang berada di atasmu, supaya kamu tidak meremehkan karunia Allah yang diberikan kepadamu.”
5. “Orang yang kuat bukanlah orang yang bisa mengalahkan yang lemah. Orang yang kuat adalah orang yang bisa mengendalikan dirinya ketika ia marah."
Kata-kata mutiara islami dari Ali bin Abi Thalib
1. "Balas dendam terbaik adalah menjadikan dirimu lebih baik."
2. "Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu tidak percaya itu."
3. "Janganlah engkau mengucapkan perkataan yang engkau sendiri tak suka mendengarnya jika orang lain mengucapkannya kepadamu."
4. "Kesabaran itu ada dua macam: sabar atas sesuatu yang tidak kau ingin dan sabar menahan diri dari sesuatu yang kau ingini."
5. "Manusia yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu mencari teman. Namun yang lebih lemah dari itu adalah orang yang mendapatkan banyak teman tetapi menyia-nyiakannya."
Kata-kata mutiara islami dari Jalaluddin Rumi
1. "Bila tak kunyatakan keindahan-Mu dalam kata, Kusimpan kasih-Mu dalam dada."
2. "Adakah pelukis yang melukis sebuah lukisan indah demi lukisan itu sendiri?"
3. "Perkecillah dirimu, maka kau akan tumbuh lebih besar dari dunia. Tiadakan dirimu, maka jatidirimu akan terungkap tanpa kata-kata."
4. "Jangan berduka, apa pun yang hilang darimu akan kembali lagi dalam wujud lain."
5. "Kematian adalah jembatan yang menghubungkan orang yang mencintai dengan yang dicintainya."
Kata-kata mutiara islami dari Ibnu Qayyim Al Jauziyyah
1. "Dunia ini ibarat bayangan. Kalau kau berusaha menangkapnya, ia akan lari. Tapi kalau kau membelakanginya, ia tak punya pilihan selain mengikutimu."
2. "Sepanjang kamu mengerjakan shalat, sejatinya kamu sedang mengetuk pintu Allah, dan siapa saja yang mengetuk pintu Allah, maka Allah akan membukakan pintu itu untuknya."
3. "Tidak ada sesuatu yang paling disukai oleh setan, melainkan melihat seorang mukmin yang berhati murung."
4. "Kebahagiaan itu dicapai dengan tiga hal: 1. Bersabar ketika mendapat cobaan, 2. Bersyukur ketika mendapat kenikmatan, 3. Bertaubat ketika melakukan kesalahan."
5. "Semakin kecil suatu dosa dalam pandanganmu, semakin besar dosa itu di sisi Allah. Dan semakin besar suatu dosa dalam pandanganmu, semakin kecil dosa itu di sisi Allah."
Kata-kata mutiara islami dari Imam Syafi’i
1. "Jika telah ada akar yang tertanam dalam kalbu, maka lidah akan berperan sebagai pemberi kabar cabangnya."
2. "Kebaikan itu ada di lima perkara : kekayaan hati, bersabar atas kejelekan orang lain, mengais rezeki yang halal, taqwa, dan yakin akan janji Allah SWT."
3. "Jangan mencintai orang yang tidak mencintai Allah. Jika mereka bisa meninggalkan Allah, maka mereka juga akan meninggalkanmu."
4. "Orang bodoh yang berakal nilainya sama dengan orang cerdas yang pelupa."
5. "Sebagaiman Tuhanmu telah mencukupkan rezekimu di hari kemarin, maka jangan khawatirkan rezekimu untuk esok hari."

Tidak ada komentar:
Posting Komentar