Minggu, 07 Juli 2019

"Innamal a' maalubinniat wainnamaalikullimri inmaanawa famankaanats hijrotuhu ilallahi warosuulihi fahijrotuhu ilallahi warosuulihi,Wamankaanats hujrotuhu lidun yaa yusiibuhaa awimro atin yankihuha fahijrotuhu ilaa maa haajaro ilayhi".


"Sesungguhnya amalam2 itu tergantung niatnya, dan seriap org hanya mendapatkan dari apa yg diniatkannya. Maka barang siapa yg Hijrahnya kod Allah dan Rasulnya, maka Hijrahnya itu kpd Allah dan Rasulnya. Dan barang siapa yg hijrahnya krn Dunia yg akan diraihnya atau wanita yg akan dinihkannya, maka Hijrahnya itu sesuai dgn Niat Hijrahnya itu" ( HR. Bukhori dan HR. Muslim ).


Pengertian Takabur





Takabur secara bahasa artinya sombong atau membanggakan diri. Orang yang takabbur selalu membanggakan dirinya, sehingga lupa bahwa semua yang dimilikinya hanyalah karena karunia Allah SWT semata. Dan karunia itu harus disyukuri bukan untuk dibangga-banggakan kepada orang lain.

Sedangkan menurut istilah takabur adalah sikap merasa dirinya lebih daripada orang lain dan memandang rendah orang lain serta tidak mau taat/ tunduk kepada Allah SWT. Penyebab sikap takabur : harta, kedudukaan, ilmu & keturunan.

Sifat takabbur hampir sama dengan sifat ujub. Dimana sifat ujub adalah menganggap kelebihan yang ada pada dirinya adalah atas usahanya sendiri. Sedangkan sifat takbbur mengganggap dirinya lebih mampu dan meremehkan orang lain. Sebagaimana firman Allah swt berikut :

”Wala tusa’ir khaddaka linnasi wala tamsyi fil ardi maraha. Innallaha la yuhibbu kulla mukhtalin fakhurin(18)Waqsid fi masyyika wagdud min sautika. Inna ankaral aswati lasautulhamiru(19)”. (QS. Luqman : 31/18 – 19)

Artinya : ”Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri(18) Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai(19)”. (QS. Lu9man : 31/18 – 19)

Jenis-jenis Takabur


Takabur secara umum terdiri dari 3 jenis yaitu :

Takabur kepada Allah swt, sebagaimana yang dilakukan oleh Raja Namrud, Raja Fir’aun dan Abu Lahab.

Takabbur kepada Rasulullah saw sehingga jauh dari taat kepada ajaran dan perilaku Rasulullah saw.

Takabbur kepada sesama makhluk Allah swt, seperti takabbur karena memiliki harta yang banyak, ilmu, amal, dan nasab dihadapan orang lain.


Bahaya Sikap Takabur


Bahaya sikap takabur antara lain sebagai berikut:

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,(Q.S An-Nisa' Ayat:36)

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S Luqman Ayat 18)

(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.( Q.S. Al Mukmin ayat 35 ) 

Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia: dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa.( Q.S. Al Israa ayat 83 )

Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu.( Q.S. An Nahl ayat 29 )

Cara Menjauhi Sikap Takabur

Membiasakan diri dengan perilaku terpuji. Jika urusan dunia atau rezeki lihatlah manusia yang berada dibawah. Jika urusan akherat lihatlah manusia yang ada diatas tingkat kedekatannya dengan Allah swt.
Membersihkan hati dari sikap takabbur dengan cara memperbanyak zikir kepada Allah swt.
Memperbanyak sahabat, sehingga dengan semakin banyak sahabat akan semakin tahu sisi kehidupan lain dari sahabatnya.

“Wa qala rabbukumud’uni astajiblakum. Innalladina yastakbiruna ‘an ‘ibadati sayadkhuluna jahannama dakhirina”. (QS. Al- Mukmin : 40/60)

Artinya : ”Dan Tuhanmu berfirman, ”Berdoalah kepadaku, niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk ke neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (QS. Al- Mukmin : 40/60)

Rasulullah saw bersabda :

“An qatadata wa zada fihi wa innallah auha ilayya an tawada’u hatta la yafkhara ahadun ‘ala ahadin wala yabgi ahadun ‘ala ahadin”. (HR. Muslim)

Artinya : “Dari Qatadah dan menambah didalamnya, “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada saya supaya kalian bertawadluk hingga tidak ada seorang pun yang menganiaya orang lain dan tidak ada seorangpun yang menyombongkan diri atas orang lain”. (HR. Muslim)

Menurut Imam Al- Ghazali ada tujuh kenikmatan yang menyebabkan seseorang memiliki sifat takbbur yaitu :

1. Ilmu pengetahuan, orang yang berilmu tinggi atau berpendidikan tinggi merasa dirinya orang yang paling pandai bila dibandingkan dengan orang yang tidak berilmu atau berpendidikan
2. Amal ibadah yang tidak jelas dapat menyebabkan sifat takabbur apalagi bila mendapat perhatian dari orang lain
Kebangsawanan, dapat menyebabkan takabbur karena menganggap dirinya lebih tinggi derajadnya daripada kelompok atau kasta lain
3. Kecantikan dan ketampanan wajah, menjadikan orang merendahkan orang lain dan berperilaku sombong
4. Harta dan kekayaan, dapat menjadikan orang meremehkan orang miskin
5. Kekuatan dan kekuasaan, dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya ia dapat berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain tanpa melihat statusnya



Syukur kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala adalah inti ibadah, pokok kebaikan, dan merupakan hal yang paling wajib atas manusia. Karena tidak ada pada diri seorang hamba dari nikmat yang tampak maupun tersembunyi, yang khusus maupun umum, melainkan berasal dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala.



Tidak boleh sombong terhadap apa yang kita punya



Maknanya yaitu kita sebagai manusia tidak boleh sombong terhadap apapun yang telah kita miliki. karena setiap manusia telah diatur rizki, jodoh , hidup bahkan matinya. barang siapa yang senantiasa selalu bersyukur maka akan meningkatkan iman di dalam dirinya dan menambahkan rizkinya.



Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allâh, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” [An-Nahl :53]

Lihatlah kepada orang-orang yang lebih rendah daripada kalian, dan janganlah kalian melihat kepada orang-orang yang berada di atas kalian, karena yang demikian itu lebih patut bagi kalian, supaya kalian tidak meremehkan nikmat Allâh yang telah dianugerahkan kepada kalian.”( HR. Bukhari dan HR. Muslim )


Tak ada orang yang jatuh miskin karena rajib bersedekah. Justru Allah telah berjanji untuk menambah harta bagi orang yang senang bersedekah. Sebaliknya, orang yang pelit menyedekahkan sebagian hartanya akan disempitkan pintu rezekinya.

Allah selalu bersamamu

“Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah selalu bersama kita”. (QS.At-Taubah 40)
Ketika kamu mengalami masalah yang berat, kamu harus tabah dan ikhlas dalam menjalaninya. Jangan terlalu berduka cita karena kamu memiliki Allah SWT yang selalu menemanimu. Mintalah apa yang kau inginkan kepadaNya. Sesungguhnya Allah akan mengabulkan doa hambaNya yang bertakwa.

Semua milik Allah dan akan kembali kepadaNya

“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang ketika ditimpa musibah mereka mengucapkan Sungguh kita semua ini milik Allah, dan Sungguh KepadaNya lah kita kembali”. (QS.al-baqarah;155-156)
Meskipun melakukan kesabaran itu tidak mudah, namun dengan usaha yang keras kamu akan bisa melakukannya. Segala apa yang terjadi pada diri kita pasrahkan saja pada Allah SWT. Yakinlah karena kita semua adalah milikNya sehingga Allah SWT akan menjaga kita semua.

Jangan putus asa

“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan orang-orang yang kufur (terhadap karunia Allah).” (Q.S. Yusuf: 87)
Yakinlah bahwa selalu ada harapan bagi Allah yang selalu mau berusaha. Agama islam tidak membolehkan kita untuk bersikap putus asa. Tanamkan semangat pada dirimu sehinga kita bisa menjalani hidup dan berjuang untuk lebih baik lagi.

Berharap pada Allah

“Dan hanya kepada Tuhanmulah (Allah SWT), hendaknya kamu berharap”. (Qs Al Insyirah: 8)
Jangan berharap kepada siapapun selain hanya kepada Allah SWT. Sebab hanya Allah yang memiliki kekuatan dan Dia Maha Menolong hambaNya. Hanya Allah yang bisa diandalkan tak terkecuali.

Minta kepada Allah SWT

“Berdoalah (mintalah) kepadaKu (Allah SWT), Pastilah aku kabulkan untukmu”. (QS. Al-Mukmin : 60)
Allah SWT telah memerintahkan kita semua untuk selalu berdoa dan meminta sesuatu kepadaNya. Dia berfirman akan mengabulkan setiap doa yang dilantunkan oleh hambaNya. Jangan mengeluh karena ada Allah yang senantiasa bisa kita mintai pertolongan dalam segala urusan.

Berdoalah kepada Allah SWT

“Apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Wahai Muhammad) tentang Diriku, maka jawablah, bahwa Aku ini dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu, maka hendaknya mereka itu memenuhi perintahKu dan hendaklah mereka yakin kepadaKu, agar mereka selalu berada dalam kebenaran“. (Al-Baqarah : 186)
Allah SWT selalu dekat dengan hambaNya yang selalu bertakwa dan beriman. Allah bahkan menjanjikan akan mengabulkan setiap doa hamba yang meminta kepadaNya asalkan mau melakukan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya. Kemudian, janganlah merasa ragu terhadap Allah SWT


Pentingnya Sabar dan Ikhlas dalam Hidup menurut al-quran dan hadits.



Kata ikhlas -dalam tinjauan etimonologi- banyak sekali terdapat dalam al-Qur`an, di antaranya:

    Khaalish, yaitu bersih dan tidak dicampuri noda apapun. Seperti dalam firman Allah, “Ingatlah, hanya kepunyaaan Allah-lah agama yang bersih.” (QS. Az-Zumar [39]: 3)


    Khalashuu, yaitu memproteksi diri. Seperti dalam firman Allah, “Maka tatkala mereka berputus asa dari (putusan) Yusuf, mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik.” (QS. Yûsuf [12]: 80)


    Khaalishah, yaitu khusus untukmu, sebagaimana dalam firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.” (QS. Shâd [38]: 46)


    Mukhlishan, yaitu orang yang ikhlas memperjuangkan agamanya hanya untuk Allah semata, dan tidak ada cela sedikit pun. Kadangkala kata mukhlishan dipadukan dengan kata mukhlishin. Seperti dalam firman Allah, “Katakanlah, ‘Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.’” (QS. Az-Zumar [39]: 14); 


“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.’” (QS. Az-Zumar [39]: 11)

    Mukhlashan, kadangkala kata ini dipadukan dengan kata mukhalashin. Seperti dalam firman Allah, “Sesungguhnya dia adalah orang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi.” (QS. Maryam [19]: 51)

Setiap kata ikhlas dalam al-Qur`an pasti mengandung salah satu makna di atas.
Hakikat ikhlas -seperti yang akan kami bahas nanti- adalah berlepas diri dari segala sesuatu selain Allah Swt. Apabila kata ikhlas dihubungkan dengan kaum muslimin, maka mengandung makna bahwa mereka berlepas diri dari klaim Yahudi tentang tasybih (penyerupaan Uzair dengan Allah) dan klaim Nasrani tentang tatliist (trinitas).

Agar kami bisa memperjelas makna ikhlas seperti yang terdapat dalam al-Qur`an, maka kami akan memaparkan beberapa ayat al-Qur`an yang menyinggung kata ikhlas.

Pertama: Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Tuhanku menyuruhku menjalankan keadilan.’ Dan (katakanlah), ‘Luruskanlah wajah kalian di setiap shalat dan sembahlah dengan mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kami pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali kepada-Nya).’” (QS. Al-A’râf [7]: 29)

Kata “al-Qisth” dalam ayat di atas berarti konsisten dan bijaksana. Makna ayat tersebut adalah, Allah memerintahkan kalian untuk beribadah hanya kepada-Nya di setiap waktu dan tempat. “Mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya.” Maksudnya, hendaknya kalian mengkihlaskan ketaatan kalian untuk mengharapkan keridhaan Allah.

Ibadah kepada Allah tidak dianggap benar kecuali sesuai dengan apa yang datang dari sisi Allah melalui sabda Nabi-Nya Rasulullah Saw., dan harus bersih dari segala bentuk penyekutuan.

Kedua: Allah Swt. berfirman, “Dan mereka yakin bahwa mereka telah (terkepung) bahaya, maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), ‘Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.’” (QS. Yûnus [10]: 22)

Maksudnya tidak menyekutukan Allah dengan apapun. Karena saat itu mereka tidak berdoa kepada selain Allah seraya berkata, “Jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur,” yang tidak menyekutukan-Mu dengan siapa pun.

Ketiga:Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (al-Qur`an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih.” (QS. Az-Zumar [39]: 1-2)

Yakni Kami bersihkan agama ini dari syirik dan riya dengan tauhid dan mensucikan rahasia. Ajaklah manusia untuk melakukan hal itu dan beritahukanlah kepada mereka, bahwa ibadah tidak layak dipersembahkan kecuali kepada Allah. Tiada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu Allah berfirman, “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih,” yakni, Allah tidak menerima amal seseorang kecuali jika amal itu dipersembahkan hanya kepada-Nya. Tiada sekutu bagi-Nya.

Qatadah berkata, “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih.” Yakni kalimat syahadat, tiada Tuhan selain Allah.

Keempat:Allah Swt. berfirman, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Ghâfir [40]: 14)

Maksudnya, murnikanlah ibadah dan doa kepada Allah Swt. serta jauhilah perilaku dan aliran orang-orang musyrik.

Kelima:Allah Swt. berfirman, “Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (QS. Ghâfir [40]: 56)

Maksudnya, Dialah Dzat Yang Mahahidup selama-lamanya. Dialah Yang pertama dan Yang terakhir, Yang zahir dan Yang batin. “Tiada Tuhan selain Allah,” maksudnya tiada yang sanggup menandingi dan menyukutukan Allah. “Maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya,” maksudnya mengesakan Allah seraya berikrar bahwa tiada Tuhan selain Allah. “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, “Ada sekelompok kaum intelektual menyuruh orang yang berkata, “Tiada Tuhan selain Allah,” untuk mengiringinya dengan ucapan, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” Sebagai manifestasi pengimplimentasian ayat di atas.

Keenam: Allah Swt. berfirman, “Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat,tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah). Agar mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka dan agar mereka (hidup) bersenang-senang (dalam kekafiran). Kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya itu).” (QS. Al-‘Ankabût [29]: 65-66)

Menurut mufassirin (para ahli tafsir), yang dimaksud dengan ayat “Mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya,” adalah mereka tampak seperti orang yang memurnikan agama karena Allah semata, dia itu termasuk bagian dari orang-orang mukmin yang aktivitasnya hanya mengingat Allah, dan dia tidak pernah memohon kepada selain Allah. “Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat,” dan Allah menempatkan mereka di daratan, dengan seketika mereka beriman kepada Allah setelah mereka dihantui rasa takut yang amat sangat. “Tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” Yakni kembali melakukan kesyirikan. “Agar mereka mengingkari nikmat yang Kami berikan dan agar mereka (hidup) bersenang-senang dalam (kekafiran),” Yakni kembali kepada kekufuran dan mengingkari nikmat berupa keselamatan, yang semata-mata hanya untuk mendapatkan kesenangan dan kelezatan. Berbeda dengan keadaan orang-orang mukmin yang mensyukuri nikmat Allah, ketika diberikan keselamatan maka mereka jadikan nikmat itu sebagai pemacu untuk meningkatkan ketaatannya.

Ketujuh: Allah Swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Apakah kalian memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian; bagi kami amalan kami, bagi kalian amalan kalian dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.'” (QS. Al-Baqarah [2]: 139)

Maksudnya, apakah kalian akan mendebat kami tentang Allah dan tentang terpilihnya Nabi dari Arab yang bukan dari golongan kalian, seraya kalian berkata, “Jika Allah menurunkan (wahyu) kepada seseorang, niscaya Dia juga menurunkan wahyu kepada kami.” Dia melihat bahwa kalian lebih berhak menyandang kenabian daripada kami. “Padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian.” Kita sama-sama hamba-Nya, Dia adalah Tuhan kita. Dia mencurahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki. “Bagi kami amalan kami, bagi kalian amalan kalian.” Maksudnya, amal itu merupakan asas daripada perintah. Jika kalian memiliki amalan, kami juga demikian. “Dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.” Yakni kami hanya mengesakan dan beriman kepada Allah, sedang kalian menyekutukan-Nya. Orang-orang yang ikhlas lebih patut mendapat kemuliaan dan lebih berhak mendapat cap kenabian daripada yang lainnya.

Kedelapan: Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (di tempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itulah adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (QS. An-Nisâ` [4]: 146-147)

Maksudnya, orang-orang munafik akan mendapatkan balasan atas kekafiran mereka yang busuk pada hari kiamat kelak. Mereka akan di tempatkan di bagian bawah Neraka Jahannam. Tidak ada seorang pun yang bisa menyelamatkan mereka, dan tidak ada yang sanggup mengeluarkan mereka dari azab yang pedih. Namun demikian, barangsiapa yang bertaubat ketika berada di dunia, niscaya Allah akan menerima taubat dan penyesalannya, selama taubat yang dia lakukan benar-benar ikhlas dan dia memperbaiki amalnya. “Berpegang teguh kepada Allah dalam semua urusannya.” Yakni, mereka mengubah sikap riya menjadi sikap ikhlas sehingga dicatat sebagai amal shaleh, meskipun hanya sedikit.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Mu’az bin Jabal r.a., dia berkata, “Bahwa Rasulullah pernah bersabda, ‘Hendaknya kamu tulus ikhlas dalam mengerjakan agamamu. Itu sudah cukup bagimu meskipun hanya sedikit.'”

Ada juga lafadz ikhlas dalam al-Qur`an yang tidak menggunakan kata ikhlas, akan tetapi mempunyai makna ikhlas. Yang demikian itu banyak terdapat dalam al-Qur`an. Di antaranya yang tercantum di berbagai surat berikut ini:

    Surat Al-An’aam [6]: 163
    Surat Al-Israa` [17]: 111
    Surat Al-Furqaan [25]: 2
    Surat An-Nisaa` [4]: 125
    Surat Al-Kahfi [18]: 125

Dan surat-surat yang lainnya dalam al-Qur`an.

Semua ayat-ayat dalam al-Qur`an yang menyinggung kata ikhlas, maka itulah yang akan dijadikan acuan oleh kita dalam menjelaskan pengertian ikhlas serta menjabarkannya sedetail mungkin. Ayat-ayat tersebut yang akan memberikan pemahaman yang tepat, seperti yang diinginkan oleh Islam terhadap lafadz dan musytaq kalimat ikhlas, sebagaimana yang telah saya paparkan di atas.

Sumber: Ruknul Ikhlas: Fii Majaalaati al-‘Amaal al-Islaami, karya Dr. Ali Abdul Halim Mahmud. Diterjemahkan oleh Hidayatullah dan Imam (Kuwais).


Pentingnya Ikhlas dan sabar

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah di antara kalian orang yang terbaik amalnya.” (QS. al-Mulk : 2).


al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah menafsirkan makna ‘yang terbaik amalnya’ yaitu ‘yang paling ikhlas dan paling benar’. Apabila amal itu ikhlas namun tidak benar, maka tidak akan diterima. Begitu pula apabila benar tapi tidak ikhlas, maka juga tidak diterima. Ikhlas yaitu apabila dikerjakan karena Allah. Benar yaitu apabila di atas sunnah/tuntunan (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyat al-Auliya’ [8/95] sebagaimana dinukil dalam Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 50. Lihat pula Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)


Pada suatu saat sampai berita kepada Abu Bakar tentang pujian orang-orang terhadap dirinya. Maka beliau pun berdoa kepada Allah, ”Ya Allah. Engkau lah yang lebih mengetahui diriku daripada aku sendiri. Dan aku lebih mengetahui diriku daripada mereka. Oleh sebab itu ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka kira. Dan janganlah Kau siksa aku karena akibat ucapan mereka. Dan ampunilah aku dengan kasih sayang-Mu atas segala sesuatu yang tidak mereka ketahui.” (Kitab Az Zuhd Nu’aim bin Hamad, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 119)


Mutharrif bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19).

Ibnu al-Mubarak rahimahullah mengatakan, “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)


Seorang ulama yang mulia dan sangat wara’ (berhati-hati) Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, ”Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 19)


Pada suatu ketika sampai berita kepada Imam Ahmad bahwa orang-orang mendoakan kebaikan untuknya, maka beliau berkata, ”Semoga saja, ini bukanlah bentuk istidraj (yang membuatku lupa diri).” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)


Begitu pula ketika salah seorang muridnya mengabarkan pujian orang-orang kepada beliau, maka Imam Ahmad mengatakan kepada si murid, ”Wahai Abu Bakar. Apabila seseorang telah mengenali hakikat dirinya sendiri maka ucapan orang tidak akan berguna baginya.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)


Ad Daruquthni rahimahullah mengatakan, ”Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata karena Allah, akan tetapi ternyata ilmu enggan sehingga menyeret kami untuk ikhlas dalam belajar karena Allah.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)


Asy Syathibi rahimahullah mengatakan, ”Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang salih adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.” (Al I’tisham, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)


Di dalam biografi Ayyub As Sikhtiyani disebutkan oleh Syu’bah bahwa Ayyub mengatakan, ”Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)


Seorang ulama mengatakan, ”Orang yang benar-benar berakal adalah yang mengenali hakikat dirinya sendiri serta tidak terpedaya oleh pujian orang-orang yang tidak mengerti hakikat dirinya” (Dzail Thabaqat Hanabilah, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 118)


Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, ”Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan adalah cabang-cabangnya, jam-jam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak enak dipandang, pent) sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul Ma’aad (kari kiamat). Ketika dipanen barulah akan tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit. Ikhlas dan tauhid adalah ‘sebatang pohon’ di dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amal-amal sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di dunia pun seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya’ adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan kedua macam pohon ini di dalam surat Ibrahim.” (Al Fawa’id, hal. 158).


Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan, “Ikhlas dalam beramal karena Allah ta’ala merupakan rukun paling mendasar bagi setiap amal salih. Ia merupakan pondasi yang melandasi keabsahan dan diterimanya amal di sisi Allah ta’ala, sebagaimana halnya mutaba’ah (mengikuti tuntunan) dalam melakukan amal merupakan rukun kedua untuk semua amal salih yang diterima di sisi Allah.”


Apa yang kita lakukan untuk mengusir rasa minder?

Roda kehidupan senantiasa berputar-putar seperti roda sepeda. Jika roda kehidupan tidak berputar maka hal tersebut sama saja dengan kiamat. Selama manusia terus beraktivitas, selama itu pula kita akan menemukan perpindahan posisi dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas. Saat kita berada di bawah, jangan menyesal lalu merasa minder. Tetapi pandanglah kepada Allah, pandanglah kepada surga-Nya, tempat dimana rasa sakit, tangisan, kepahitan, kekecewaan, kemiskinan dan berbagai kelemahan lainnya tidak memiliki tempat. Pada saat itu, kita akan hidup bersama-sama dengan Allah, memandang wajah-Nya dalam kerajaan yang penuh cahaya abadi dan tidak pernah padam. Bahkan kulit kita pun memancarkan cahaya yang telah melenyapkan segala kefanaan duniawi. Jadi, tetap bersemangat menjalani hidup saudaraku! Usahakan dan kejarlah kebenaran yang hakiki dari waktu ke waktu. Fokuskan pikiran kepada Tuhan (doa, firman dan nyanyian pujian) juga berbuat baiklah kepada sesama (lewat pekerjaan dan pelajaran yang digeluti).

Apa yang kita lakukan saat mulai ada orang yang memberi pujian?

Lain halnya ketika kita sedang ditinggikan dalam suatu rasa yang berpotensi menghasilkan kebanggaan akibat pujian dan pengakuan. Di tengah-tengah semuanya itu, tetaplah sadar dan jangan sampai terbuai oleh kesombongan yang cenderung melebih-lebihkan. Rasa ini cenderung menurunkan tingkat kesadaran kita sehingga pikiran liar mulai berkuasa. Perkataan kepada sesama mulai penuh dengan kebencian sambil mengucapkan hinaan. Perilaku turut pula menjadi bias sehingga pekerjaan berantakan dan benda-benda di sekitar pecah-rusak akibat tindakan yang lebay. Ketahuilah bahwa semua keadaan ini disebabkan oleh kemampuan mengendalikan diri yang menurun akibat terbuai hanyut oleh pujian, baik yang diperkatakan oleh diri sendiri maupun oleh orang lain.

Kebanggaan menuntut hasil yang hebat luar biasa

Semakin tinggi animo seseorang terhadap pujian dan pengakuan maka semakin besar pula tuntutan untuk menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Padahal kita hanyalah manusia biasa yang mengawali hidup dalam kadar biasa-biasa saja. Bila ada sesuatu yang luar biasa, itu hanya terjadi karena kita beruntung. Sedang di berbagai sisi, kita penuh dengan kekurangan sama seperti manusia lainnya. Ketika rasa bangga itu memenuhi jiwa tanpa suatu netralisasi, muncullah tuntutan untuk memberikan/ menghasilkan sesuatu yang besar (masterpiece). Dorongan ini muncul bersamaan dengan kesombongan yang timbul. Saat kita tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut, perasaan jadi kalut dan jiwa tertekan. Pikiran jadi stres, sehingga kita berhenti untuk melakukan yang benar dan berhenti pula menghasilkan karya.

Kebanggaan membentuk mental yang menuntut kesempurnaan

Sadar atau tidak, rasa bangga di dalam hati membentuk mental perfeksionis yang selalu menuntut agar segala sesuatu sempurna adanya. Perasaan semacam ini jelas tidak manusiawi sebab kesempurnaan hanya milik makhluk sorgawi. Semakin banyak menuntut rasa sempurna, makin tinggi potensi mengalami benturan dengan sesama manusia. Ini bisa menimbulkan kebencian, dendam dan perselisihan hingga konflik/ pertengkaran yang berkepanjangan. Oleh karena itu, mulailah latihan untuk merendah bahkan menyangkal diri sendiri. Semakin tinggi tingkat pujian yang dilakukan oleh hati, semakin tinggi pula intensitas menyangkal diri. Saat orang-orang di sekitar mulai memberikan sanjungan, mulailah merendahkan diri di hadapan mereka dengan kata-kata.

Macam-macam contoh menyangkal diri – Cara merendahkan hati saat dipuji dan diakui orang lain

Menyangkal diri adalah suatu ajaran dari Yesus Kristus yang menjadi salah satu syarat untuk mengikut jalan kekristenan sejati yang seturut kehendak Allah. Kapasitas pengakalan yang diperkatakan perlu disesuaikan dengan intensitas pujian yang berasal dari luar. Jikalau sanjungan tersebut hanya ditimbulkan oleh hati, sangkallah diri di dalam hati saja. Akan tetapi, saat orang-orang mulai memberikan pungakuan lewat kata-kata, silahkan menyangkal diri melalui ucapan yang dihaturkan secara langsung. Semuanya ini semata-mata demi menjaga keseimbangan mindset sehingga terciptalah kehidupan yang harmonis bersama orang-orang di sekitar kita. Berikut akan kami paparkan secara langsung contoh kata dan kalimat untuk menyangkal/ merendahkan diri sendiri, baik di dalam hati maupun lewat bibir masing-masing.
  1. Semua ini terwujud karena anugerah Tuhan.

    Salah satu cara yang paling digemari untuk merendahkan diri adalah dengan meninggikan Tuhan sebagai sumber segala kebaikan. Tahapan menyangkal diri semacam ini merupakan salah satu yang paling umum dilakukan oleh banyak kalangan dari berbagai bidang.
  2. Keberhasilan ini bukan pekerjaan satu orang saja tetapi karena kita mengusahakannya secara bersama-sama.

    Biasanya proses menyangkal diri macam ini timbul saat kita bekerja sama dalam tim untuk mencapai suatu tujuan bersama. Ketika pencapaian yang kita peroleh sangat baik, hindari memuji diri sendiri tetapi kembalikan segala sanjungan kepada seluruh anggota kelompok yang telah bekerja sama.
  3. Kami ini hanyalah omong kosong yang tidak bisa apa-apa tanpa kalian. Yang kami lakukan hanya berpikir dan berkata-kata sedang yang melaksanakannya di lapangan adalah kalian. Jadi sesungguhnya kalianlah yang luar biasa itu.

    Untuk menetralisir pujian yang sengaja diarahkan oleh bawahan kepada atasan, perlu melakukan penyangkalan diri agar rasa sombong tidak memperkeruh kerja sama di dalam tim. Seperti yang kami katakan sebelumnya bahwa hati yang menyombong cenderung menuntut segalanya sempurna. Jadi sangkallah kesombongan itu sebelum berbuah kejahatan.
  4. Kami ini hanya kesek kaki yang digunakan untuk membersihkan rakyat.

    Seorang petinggi yang berusaha untuk merendahkan diri sendiri di hadapan orang lain. Kata-kata yang timbul karena sudah banyak sekali pujian yang datang dari utara, selatan, timur dan barat negeri. Suatu usaha untuk membuat pikiran tidak mabuk dan tertidur hingga kehilangan kesadaran. Situasi semacam ini justru membuat kita semakin rentan dengan kebencian, amarah, kekerasan verbal dan kekerasan fisik (hancurkan barang ini-itu).
  5. Kami hanyalah karpet yang diinjak-injak untuk membuat rakyat nyaman.

    Seorang petugas yang menyadari betapa banyaknya sanjungan yang diterima sehingga muncullah niat untuk bertutur merendahkan diri untuk mengimbanginya. Terlena dengan pengakuan yang datang dari luar hanya membuat pikiran tertidur sehingga lupa dengan perjuangan awal yakni menegakkan kebenaran yang hakiki seumur hidup.
  6. Apa yang kami berikan hanyalah remeh-remeh yang tidak ada harganya.

    Pemberian kepada sesama, terkadang disanjung secara berlebihan oleh orang lain. Adalah lebih baik memberi secara sembunyi-sembunyi agar kebaikan kita dibalaskan oleh Tuhan dan bukannya lewat pujian dari manusia. Mereka yang tersanjung apa adanya akan terbuai dengan kata-kata tersebut. Padahal suasana hati semacam ini beresiko mengurangi kehati-hatian dalam bertindak yang cenderung melakukan kekhilafan (human error).
  7. Kami hanya memberikan sisa-sisa yang tidak terpakai lagi, mohon dimaklumi.

    Terkadang ucapan terimakasih dari penerima santunan membuat kita berasa melayang di awan-awan. Untuk menghentakkan jiwa yang terbuai dalam kebanggaan, sebaiknya sangkal diri dan injaklah kebaikan yang dilakukan. Agar pikiran segera sadar dan tetap aktif untuk fokus kepada Tuhan, belajar juga dengan bekerja.
  8. Apa yang kami hasilkan adalah kotoran yang suatu saat tidak ada harganya lagi.

    Memang saat kita menyadari bahwa hidup ini terus berputar, maka paham betul bahwa apa yang kita hasilkan saat ini mungkin saja hanya akan menjadi kotoran yang dibuang-buangi orang di masa depan. Ini adalah salah satu usaha untuk menginjak diri sendiri dalam kata-kata yang keras karena pujian datang terus.
  9. Semua karya itu hanyalah daun-daunan kering yang kelak akan dibakar dan hilang. Tetapi jika anda mau memakainya sebagai pupuk, silahkan saja!

    Seorang seniman yang kreatif mampu menyangkal diri dengan cara yang otentik. Kita juga bisa merendahkan diri sendiri sembari menimbulkan sensasi humoris di antara para penikmat karya tersebut. Kebiasaan ini salah satu cara agar tidak terlalu memaksakan diri untuk menghasilkan karya yang selalu sempurna sebab kita hanyalah manusia biasa saja.
  10. Setiap hal yang kami hasilkan hanya sampah. Bila anda merasa bahwa hal itu bisa didaur ulang dan dimanfaatkan lagi, silahkan kawan!

    Memahami bahwa segala sesuatu yang kita hasilkan hanyalah sandiwara karena kepandaian berkata-kata, membuat kita perlu menyangkal diri di dalam hati. Terlebih ketika berbagai penghargaan mulai berdatangan, mulailah bertutur sapa menegaskan penyangkalan diri. Sebab menerima pengakuan apa adanya beresiko membuat tinggi hati dan cenderung menjauhkan kita dari sesama juga sangat tinggi nafsunya terhadap kemewahan.
  11. Kami ini hanyalah babu yang seharusnya bekerja sesuai aturan.

    Sewaktu hasil kerja kita diakui baik dan sangat memuaskan oleh orang lain, perlu tindakan menekan diri sendiri demi mengimbangi suasana hati yang melambung tinggi. Sebaiknya, melakukan semuanya ini untuk membuat kita tetap bekerja dengan akal sehat dan menjauhi diri dari ujaran kebencian dan anarkisme.
  12. Dan lain sebagainya, silahkan cari dan temukan sendiri kreasimu kawan!

Rasa sombong sudah ada secara default(bakat alami) di dalam hati masing-masing orang. Bersama-sama dengannya, ada perbuatan daging yang syarat dengan kejahatan lainnya. Saat keangkuhan menguasai dirimu, alam bawah sadar ini juga turut dibangkitkan sehingga pikiran dan sikap lebih condong kepada keburukan yang beresiko merugikan orang lain, diri sendiri dan lingkungan sekitar. Biasanya, manusia semakin dipuja-puji, suasana hatinya melambung tinggi sehingga beresiko hilang kesadaran. Mereka yang terbuai oleh sanjungan bisa kehilangan akal sehatnya terlebih ketika telah ketergantungan dengan hal tersebut. Oleh karena itu, biasakan diri terhadap fluktuasi kehidupan dan rajinlah menyangkal diri saat sanjungan semakin intens didengarkan. Sangkal diri di dalam hati saat kebanggaan tersebut muncul di dalam pikiran. Rendahkanlah diri lewat kata-kata saat pujian tersebut diucapkan oleh orang lain. Lebih daripada itu, sibukkan hidup dengan fokus kepada Tuhan dalam doa, firman dan nyanyian pujian serta berbuat baiklah kepada sesama lewat pekerjaan juga lewat pelajaran yang ditekuni.

Salam, Hidup ini butuh keseimbangan,
Pikiran juga membutuhkan keseimbangan,
Sangkallah diri saat diberi pujian,
Agar analisis logis menjaga kesadaran
!

Maqam al-Faqir, al faqir adalah arti al faqir wal haqir al faqir ila rabbihi artinya al faqir ibnu faqir arti fakir ilmu al faqir arab pengertian maqam taubat zuhud wara dan fakir fakir dalam bahasa arab


C. Maqam al-Faqir

Secara literal, faqr berarti butuh. Sedang menurut terminologi tasawuf, fakir adalah suatu keadaan dimana hati tidak butuh kecuali kepada Allah. Makna fakir dalam Al-Qur’an tersirat dalam beberapa firman Allah, diantaranya surat Al-Fathir:15 :

15. Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.

Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang berhajat, butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi, fakir adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-kewajiban. Tidak meminta sungguhpun tak ada pada diri kita, kalau diberi diterima. Tidak meminta tetapi tidak menolak.[23]
Jika pada maqam wara’ seorang sufi berusaha meninggalkan subhat agar hidup hanya mencari yang jelas halal, kemudian dengan zuhud telah menjauhi keinginan terhadap yang halal-halal dan hanya yang amat penting bagi kelangsungan hidupnya, maka dalam maqam fakir seorang sufi mengosongkan seluruh hati dari ikatan dan keinginan terhadap apa saja selain Allah. Maqam fakir merupakan perwujudan upaya “tahthir al qalbi bi ‘l-kulliyati ‘an ma siwa ‘llah” (penyucian hati secara keseluruhan terhadap apa yang selain Allah). Inilah ajaran qath’u al-‘ala’iqقطع العلائق atau tajrid التجريد yakni ajaran untuk membelakangi atau membuang dunia. Yang dituju dengan konsep fakir atau tajrid sebenarnya hanyalah memutuskan persangkutan hati dengan dunia, sehingga hatinya hanya terisi pada kegandrungan pada keindahan penghayatan makrifat pada Zat Allah saja disepenjang keadaan. Yakni terciptanya suasana hati yang netral, tidak ingin dan tidak memikirkan ada atau tidaknya dunia.
Yang menjadi dasar maqam fakir ini, menurut Imam al-Ghazali, adalah kelakuan Nabi SAW sewaktu emas belum diharamkan bagi pria, Nabi pernah berkhotbah dan di tengah-tengah khotbahnya beliau berhenti serta menanggalkan dan melempar cincin emas dari tangan beliau. Sewaktu ditanyakan tentang kejadian itu beliau menjawab bahwa cincin itu mengganggu kekhususkan khotbahnya.
Maqam ini sangat mulia. Rasulullah sendiri lebih memilih hidup fakir daripada hidup bergelimangan harta meskipun telah ditawarkan pada beliau tahta dan kehidupan mewah sebagaimana Nabi Sulaiman.
Pada prinsipnya, sikap mental faqr merupakan rentetan sikap zuhud. Hanya saja, zuhud lebih keras menghadapi kehidupan duniawi, sedangkan fakir hanya pendisiplinan diri dalam mencari dan memanfaatkan fasilitas hidup. Pesan yang tersirat yang ada di dalam al-faqr adalah hati- hati terhadap pengaruh negatif yang diakibatkan olah keinginan kepda harta kekayaan.[24]
Aplikasi Faqr dalam kehidupan sehari-hari:
1.       Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk menjalankan kewajiban-kewajiban. Tidak meminta sungguhpun tak ada pada diri kita, kalau diberi diterima. Tidak meminta tetapi tidak menolak.[25]
2.      Mendisiplinkan diri dalam mencari dan memanfaatkan fasilitas hidup
3.      Berhati- hati terhadap pengaruh negatif yang diakibatkan olah keinginan kepda harta kekayaan.
4.       Menerima atau memanfaatkan segala sesuatu bersikap wara`.
_______

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PENGERTIAN MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL

   Pengertian Manusia sebagai Makhluk Sosial Manusia merupakan makhluk hidup yang selalu berinteraksi dengan sesama, tidak dapat hidup sendi...