#KH Agus Sunyoto Beber Modus Penjajah Merusak Sejarah dan Melemahkan NU#
KEDIRI | duta.co — Ketua Umum Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) PBNU, Romo KH Ng Agus Sunyoto menceritakan bagaimana para sejarawan telah membalik sejarah indonesia. Membuat pesantren dan NU dinyatakan tidak memiliki peran dalam kemerdekaan. Hal ini disampaikan dalam seminar tema “Dengan ber-Saptawikrama NU Menyongsong Jaman Milenial”.
Mengusung semangat optimisme, Lesbumi Kabupaten Kediri menggelar serangkaian acara bertempat di Kantor PCNU Kabupaten Kediri, Jl. Imam Bonjol 38 Kota Kediri, selama dua hari. Diharapkan dengan acara ini, dijelaskan Imam Mubarok, penggagas acara ini, mampu mengembalikan masa kejayaan dari kebudayaan Islam Nusantara.
“Pesan ingin kami sampaikan, keberadaan Islam dan budaya merupakan kekuatan yang tidak bisa dipisahkan. Dengan acara ini, merupakan bentuk nyata kepedulian kami. Berusaha berbagi ilmu dan pengetahuan kemudian mari menjaga semangat perjuangan para ulama yang warisan yang ditinggalkan,” jelas Gus Barok, sapaan akrabnya pemilik museum mini di rumahnya, Kediri’s Photograph Museum.
Usai acara pembukaan, dilanjutkan mengunjungi pameran keris dan pusaka serta pameran foto atas sejarah perjuangan Islam di Tanah Jawa. Hadirnya sosok Ketua Umum Lesbumi, Romo Sunyoto, sebagai narasumber sarasehan diharapkan mampu membangkitkan kembali semangat para ulama untuk menjaga dan membesarkan NU.
“Peranan NU dan pondok pesantren, mempunyai peran besar dalam sejarah bangsa ini. Nah untuk itu, perlu kita kumpulkan kembali bukti-bukti sejarah pesantren dan NU,” ungkap Romo di hadapan peserta sarasehan.
Menurut Romo, sebelumnya justru pesantren lah yang tidak bisa dijajah oleh Belanda. Baru pada akhir Abad 17, keberadaan pesantren mulai berubah orientasi. Pesantren yang sebelumnya mempelajari seluruh ilmu pengetahuan termasuk ilmu badah, fiqh, falak, kantuk, filsafat, teknologi, dan ilmu politik.
“Akhir abad 17 mulai pesantren hanya berorientasi pada fiqh. Kenapa? Karena mereka tidak lagi bisa membaca Kitab Aksara Jawa yang ditulis para tokoh Wali Songo. Tidak lagi mempelajari ilmu yang lebih luas. Seperti teknologi, filsafat, politik, dan lain sebagainya. Ini malapetaka, kita memang betul-betul diobrak-abrik Belanda dalam masalah sejarah,” terang Ketua Umum Lesbumi PBNU.
Lanjutnya, banyak sejarah dibuat Belanda atas dasar ketidakmampuannya mengalahkan Pasukan Diponegoro pada tahun 1832. Kitab sejarah palsu yang dibuat penjajah Belanda tersebut termasuk Kitab Babad Kediri, Serat Gatoloco, Serat Darmo Gandul dan Kidung Sunda.
Karena tidak bisa menundukkan kelompok islam fanatik pesantren, imbuh Romo, akhirnya Belanda membuat kebijakan politik balas budi. Belanda membuat kebijakan yang berdalih untuk mencerdaskan anak-anak orang Islam Indonesia.
“Padahal mereka hanya dijadikan menjadi modern, kemudian mengatasnamakan dirinya sebagai islam modern. Nah inilah yang kemudian kelompok islam modern itulah yang dimanfaatkan Belanda untuk diadu dengan kelompok Islam yang dianggap tradisional dan primitif,” jelas Romo Sunyoto.
Rangkaian acara Harlah Lesbumi akan ditutup malam ini, dengan sejumlah penampilan diantaranya aksi bela diri pencak dor. “Keberadaan pencak dor ternyata diminati ribuan orang. Dimana setiap digelar, masyarakat akan berduyun–duyun dan para pesilat berebut untuk tampil menguji kemampuannya di atas panggung,” jelas Ketua Lesbumu PCNU Kabupaten Kediri, Abu Muslih. (ian/nng)
Ir. Soekarno
Soekarno
Jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Tulislah tentang aku dengan tinta hitam atau tinta putihmu. Biarlah sejarah membaca dan menjawabnya.
Emha Ainun Nadjib
#Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun atau Mbah Nun#
Agama diajarkan kepada manusia agar ia memiliki pengetahuan dan kesanggupan untuk menata hidup, menata diri dan alam, menata sejarah, kebudayaan, politik.
Ada yang bilang negeri ini “Negeri Selembar Kertas”, masyarakat kita “Masyarakat Selembar Ijazah”. silahkan ngomel sistem pendidikan kita tidak bermutu, kesempatan berpendidikan tidak paralel dengan kesempatan memperoleh kerja, atau canangkan proyek deschooling society (masyarakat tanpa sekolah), tapi pokoknya kalau ndak punya ijazah ya nasibnya lebih ndlahom (idiot, goblok, otak tak berisi) dibanding dengan yang punya ijazah (Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Agama diajarkan kepada manusia agar ia memiliki pengetahuan dan kesanggupan untuk menata hidup, menata diri dan alam, menata sejarah, kebudayaan, politik …. Tuhan mengajarkan kreatifitas terlebih dahulu (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Agama mengajarkan kepada manusia bagaimana menumbuhkan iman, menyusun pola-pola pembangunan suatu negeri, mengatur politik dan ekonomi, termasuk juga mengintensifkan bidang-bidang pendidikan pada level mana pun sedemikian rupa sehingga sedikit peluang bagi anggota masyarakat untuk mengalami kekecewaan sosial ekonomi serta kebingungan psikologis (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Anda tak bisa menghakimi ekspresi seseorang hanya dengan melihat bunyi kata-katanya, melainkan Anda harus perhatikan nadanya, nuansanya, letak masalahnya (Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Apa gunanya ilmu kalau tidak memperluas jiwa seseorang sehingga ia berlaku seperti samudera yang menampung sampah-sampah? Apa gunanya kepandaian kalau tidak memperbesar kepribadian manusia sehingga ia makin sanggup memahami orang lain? (Kata Bijak Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Nasehat Cak Nun Agar tidak Gampang Sesat dan Menyesatkan orang lain.
Agama itu letaknya di dapur. Tidak masalah mau pakai wajan merk apa di dapur, yang utama adalah makanan yang disajikan di warung sehat. Maka ukuran keberhasilan orang beragama bukan pada sholat atau umrohnya, melainkan pada perilakunya.” (Kata Mutiara Cak Nun)
Dalam pengadilan di Indonesia, kadang kita harus memilih alternatif yang terbaik di antara yang terkutuk, dengan menyisakan sedikit harapan bahwa hati nurani manusia tidak semuanya terdiri atas buku (Kata mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Demokrasi itu penuh ironi dan ranjau kalau manusia tak menguasai manajemenuntuk menggunakannya, demokrasi hanya bisa menjawab beberapa problem hidup, tapi problem yang lain membutuhkan nilai yang lebih tinggi daripada demokrasi (Kata kata mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Hakikat hidup bukanlah apa yang kita ketahui, bukan buku-buku yang kita baca atau kalimat-kalimat yang kita pidatokan, melainkan apa yang kita kerjakan, apa yang paling mengakar di hati, jiwa dan inti kehidupan kita (Kata Bijak Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Kalau seseorang menjadi pemimpin, ia tak sekadar memimpin masyarakat manusia, tapi juga memimpin masyarakat makhluk yang luas, ia memimpin hak-hak binatang, hutan, lautan, barang tambang …. di situlah antara lain terletak kesalahan ideologi pembangunan modern yang merusak alam, bahkan merusak manusia (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Kearifan-kearifan agama harus diterjemahkan ke dalam sistem nilai pengelolaan sejarah, kebudayaan dan peradabannya (Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Kebanyakan orang tak bisa tidur, mereka hanya tertidur, karena sepanjang siang dan malam hari mereka diberati oleh dunia (PROFIL Emha Ainun Nadjib/ Cak Nun)
Kebersihan luas maknanya, kebersihan ruang dan kampung hanyalah satu hal, hal lain adalah kebersihan jiwa manusia itu sendiri, kebersihan pergaulan antar manusia, baik pergaulan sosial, pergaulan ekonomi, pergaulan politik dan hukum (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Keceriaan dan kenyamanan hidup tidak terlalu bergantung pada hal-hal di luar manusia melainkan bergantung pada kekayaan batin di dalam diri manusia (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Kreatifitas berpikir orang Barat harus kita tiru, tapi ekses dari kebudayaan teknologis yang terlalu memanjakan kebinatangan, sebaiknya kita cegah sejak sekarang. (Kata mutiara cak nun)
Setiap badan perencanaan pembangunan harus melibatkan para agamawan, budayawan, negarawan, filosof, seniman,orang-orang kecil awam yang arif…. Kita jangan hanya dipimpin oleh tender-tender. (kata kata mutiara cak nun)
Manusia jangan menunggu hancur dulu baru insaf (Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Menyepi itu penting, supaya kamu benar-benar bisa mendengar apa yang menjadi isi dari keramaian
Orang boleh kaya raya, persoalannya bagaimana kekayaan itu diperoleh, kemudian bagaimana sikapnya terhadap kekayaan tersebut. Juga kalau miskin! (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Orang boleh salah, agar dengan demikian ia berpeluang menemukan kebenaran dengan proses autentiknya sendiri (Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Orangtua kita mengajarkan suatu nilai yang membedakan dua jenis anak, yang patuh tanpa reserve, yang pejah gesang nderek (hidup-mati ikut), disebut “anak baik-baik”, sedangkan yang mencoba rasional, memilih otoritasnya, meskipun itu justru sejalan dengan “lorong keadilan” disebut “anak nakal. (Kata Bijak Cak Nun)
Para pekerja agama tidak mengantarkan hakikat Tuhan sebagai Mahasubjek yang penuh rasa cinta, rasa sayang dan kesediaan tanpa batas untuk membahagiakan manusia (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Politik diciptakan dan dimanifestasikan berdasarkan filosofi dan tujuan untuk menyediakan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi manusia, tapi yang terjadi adalah sama sekali kebalikannya (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Secara filosofis, sesungguhnya tak ada “orang besar” dan tak ada “orang kecil” dalam takaran pemilikan ekonomi atau perbedaan status sosial budaya. Kecil dan besar hanya terjadi pada kualitas kepribadian (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Yang menguasai dunia adalah ketelanjuran sistem-sistem internasional yang merupakan lingkaran setan yang memenjarakan manusia, terutama orang-orang kecil. Apalagi sistem-sistem besar itu tidak sungguh-sungguh untuk manusia dan kemanusiaan, tetapi untuk mitos-mitos yang bernama kemajuan, modernisasi, metropolitanisasi, yang keseluruhannya menjebak manusia dalam ketersesatan filosofi, keterjerembaban politik dan ekonomi serta kebuntuan budaya.(Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Yang penting bukan apakah kita menang atau kalah, Tuhan tidak mewajibkan manusia untuk menang sehingga kalah pun bukan dosa, yang penting adalah apakah seseorang berjuang atau tak berjuang (Emha Ainun Nadjib / Cak nun).
Pramoedya Ananta Toer
Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.
Ir. Soekarno
Soekarno
Jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Tulislah tentang aku dengan tinta hitam atau tinta putihmu. Biarlah sejarah membaca dan menjawabnya.
Emha Ainun Nadjib
#Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun atau Mbah Nun#
Agama diajarkan kepada manusia agar ia memiliki pengetahuan dan kesanggupan untuk menata hidup, menata diri dan alam, menata sejarah, kebudayaan, politik.
“Kamu punya ruang dalam hatimu untuk merasakan hati para mbambung (gelandangan), sehingga hatimu sedih, getir, terimpit seribu gunung, sementara orang-orang pandai sibuk dengan program-program dan omong besar di koran-koran. Tuhan tidak bertanya padamu apakah kamu mampu menolong mbambung atau tidak, tapi melihat apakah kamu mencintai orang lemah atau tidak”
“Yang lebih kalian cari bukanlah kebaikan melainkan kekayaan, yang lebih kalian buru bukanlah keluhuran melainkan kenyamanan, dan pada posisi seperti itu kalian selalu merasa lebih tinggi derajat dibanding orang kecil. Coba hitunglah kehidupan di sekitarmu, hitung pula dirimu sendiri, temukan kemuliaan di sekitarmu. Belajarlah membedakan mana kemuliaan dan mana kehinaan, amatilah mana orang yang luhur dan mana yang hina, mana yang derajatnya tinggi dan mana yang rendah. Pakailah mata Allah sebagai ukuran” (Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)(Kata Bijak Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Ada yang bilang negeri ini “Negeri Selembar Kertas”, masyarakat kita “Masyarakat Selembar Ijazah”. silahkan ngomel sistem pendidikan kita tidak bermutu, kesempatan berpendidikan tidak paralel dengan kesempatan memperoleh kerja, atau canangkan proyek deschooling society (masyarakat tanpa sekolah), tapi pokoknya kalau ndak punya ijazah ya nasibnya lebih ndlahom (idiot, goblok, otak tak berisi) dibanding dengan yang punya ijazah (Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Agama diajarkan kepada manusia agar ia memiliki pengetahuan dan kesanggupan untuk menata hidup, menata diri dan alam, menata sejarah, kebudayaan, politik …. Tuhan mengajarkan kreatifitas terlebih dahulu (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Agama mengajarkan kepada manusia bagaimana menumbuhkan iman, menyusun pola-pola pembangunan suatu negeri, mengatur politik dan ekonomi, termasuk juga mengintensifkan bidang-bidang pendidikan pada level mana pun sedemikian rupa sehingga sedikit peluang bagi anggota masyarakat untuk mengalami kekecewaan sosial ekonomi serta kebingungan psikologis (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Anak-anak muda tak bisa hanya menggantungkan diri akan jadi pegawai negeri, pembengkakan populasi penduduk akan makin berbanding terbalik dengan penyediaan lapangan kerja, jadi yang akan tegak hidupnya adalah orang-orang yang bermental wiraswasta, yang tidak priyayi, yang ulet dan bersedia bekerja keras (Kata Kata Bijak Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Anda tak bisa menghakimi ekspresi seseorang hanya dengan melihat bunyi kata-katanya, melainkan Anda harus perhatikan nadanya, nuansanya, letak masalahnya (Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Apa gunanya ilmu kalau tidak memperluas jiwa seseorang sehingga ia berlaku seperti samudera yang menampung sampah-sampah? Apa gunanya kepandaian kalau tidak memperbesar kepribadian manusia sehingga ia makin sanggup memahami orang lain? (Kata Bijak Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Nasehat Cak Nun Agar tidak Gampang Sesat dan Menyesatkan orang lain.
Agama itu letaknya di dapur. Tidak masalah mau pakai wajan merk apa di dapur, yang utama adalah makanan yang disajikan di warung sehat. Maka ukuran keberhasilan orang beragama bukan pada sholat atau umrohnya, melainkan pada perilakunya.” (Kata Mutiara Cak Nun)
Bukan agama kalau turun ke bumi hanya untuk pandai memerintah dan melarang. Sebelum Adam dilarang makan buah khuldi, dia diberi pelajaran terlebih dahulu mengenai “nama benda-benda”, mengenai segala yang mesti diketahuinya dalam kehidupan(Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Bukanlah hidup kalau sekadar untuk mencari makan, bukankah sambil bekerja seseorang bisa merenungkan suatu hal, bisa berzikir dengan ucapan yang sesuai dengan tahap penghayatan atau kebutuhan hidupnya, bisa mengamati macam-macam manusia, bisa belajar kepada sebegitu banyak peristiwa, Bisa menemukan hikmah-hikmah, pelajaran dan kearifan yang membuat hidupnya semakin maju dan baik (Kata Mutiara Cak Nun/Emha Ainun Nadjib)
Dalam pengadilan di Indonesia, kadang kita harus memilih alternatif yang terbaik di antara yang terkutuk, dengan menyisakan sedikit harapan bahwa hati nurani manusia tidak semuanya terdiri atas buku (Kata mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Demokrasi itu penuh ironi dan ranjau kalau manusia tak menguasai manajemenuntuk menggunakannya, demokrasi hanya bisa menjawab beberapa problem hidup, tapi problem yang lain membutuhkan nilai yang lebih tinggi daripada demokrasi (Kata kata mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Dunia ini masih dipimpin oleh orang yang lebih memilih kenyang meskipun dijadikan budak daripada lapar tapi bertahan harga dirinya (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Hakikat hidup bukanlah apa yang kita ketahui, bukan buku-buku yang kita baca atau kalimat-kalimat yang kita pidatokan, melainkan apa yang kita kerjakan, apa yang paling mengakar di hati, jiwa dan inti kehidupan kita (Kata Bijak Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Hidup ini sangat luas dan dimensi-dimensi persoalannya tak terhingga, untuk itu diperlukan bukan sekadar wawasan yang luas dan pengetahuan yang terus dicari melainkan juga kearifan dan sikap luhur yang konsisten dari hari ke hari (Kata Bijak Cak Nun)
Jiwanya seniman itu bagaikan ruang kosong, tak ada lemari atau kotak-kotak yang bisa dipakai untuk menyembunyikan sesuatu, segalanya tampak jelas dan jujur di mata
(Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Kalau kita jadi negara industri tidak berarti bahwa segalanya akan beres, tak berarti kita akan terbebas dari kemiskinan, kebodohan atau kekejaman kekuasaan. Industri hanyalah sebuah cara di antara kemungkinan cara-cara lain yang dianggap bisa membantu menyejahterakan masyarakat. (Nasehat Bijak Cak Nun)
Kalau para mahasiswa bercita-cita hendak menjadi pemimpin bangsa, sejak sekarang harus berlatih menampung bermacam-macam gejala manusia, di dalam pergaulan mereka tidak boleh memakai kerangka “menang-kalah” apalagi memakai interest egonya belaka, melainkan mempertimbangkan kepentingan bersama, dan untuk itu diperlukan kesabaran dan kearifan terhadap berbagai kemungkinan yang muncul dari “rakyat” mereka, tidak boleh gemedhé (merasa paling pintar, sombong) (Kata Mutiara Cak Nun)
Kalau seseorang bersikap kreatif untuk menemukan apa saja hal baik yang bisa dikerjakan dalam hidup ini, jam-jamnya tidak akan sempat ia gunakan untuk sedih atau meratap, sebab sudah habis untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik (Kata Kata Bijak Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Kalau seseorang menjadi pemimpin, ia tak sekadar memimpin masyarakat manusia, tapi juga memimpin masyarakat makhluk yang luas, ia memimpin hak-hak binatang, hutan, lautan, barang tambang …. di situlah antara lain terletak kesalahan ideologi pembangunan modern yang merusak alam, bahkan merusak manusia (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Kearifan-kearifan agama harus diterjemahkan ke dalam sistem nilai pengelolaan sejarah, kebudayaan dan peradabannya (Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
“Kamu harus membedakan konteks perbedaan pendapat dalam politik dengan pergaulan kemanusiaan. Jangan menganggap pejabat pasti jelek dan rakyat biasa pasti baik, pandangan seperti itu tidak adil, ada urusan dan konteksnya sendiri-sendiri” (Kata Bijak Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Kebanyakan orang tak bisa tidur, mereka hanya tertidur, karena sepanjang siang dan malam hari mereka diberati oleh dunia (PROFIL Emha Ainun Nadjib/ Cak Nun)
Kebersihan luas maknanya, kebersihan ruang dan kampung hanyalah satu hal, hal lain adalah kebersihan jiwa manusia itu sendiri, kebersihan pergaulan antar manusia, baik pergaulan sosial, pergaulan ekonomi, pergaulan politik dan hukum (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Keceriaan dan kenyamanan hidup tidak terlalu bergantung pada hal-hal di luar manusia melainkan bergantung pada kekayaan batin di dalam diri manusia (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Kematian terkadang merupakan kritik terhadap kehidupan, Tuhan mengambil nyawa seseorang tak semata dalam rangka menyayangi orang itu tapi juga sekaligus memberi peringatan kepada semua yang ditinggalkan oleh almarhum (Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Kreatifitas berpikir orang Barat harus kita tiru, tapi ekses dari kebudayaan teknologis yang terlalu memanjakan kebinatangan, sebaiknya kita cegah sejak sekarang. (Kata mutiara cak nun)
Setiap badan perencanaan pembangunan harus melibatkan para agamawan, budayawan, negarawan, filosof, seniman,orang-orang kecil awam yang arif…. Kita jangan hanya dipimpin oleh tender-tender. (kata kata mutiara cak nun)
Manusia diberi-Nya kesanggupan untuk beradaptasi terhadap bermacam situasi, manusia dikasih-Nya darah, naluri dan kecerdasan agar ia tetap saja mampu menyelenggarakan kebahagiaan, meskipun dengan suku cadang yang terendah nilainya ia bisa menghasilkan ramuan kebahagiaan yang jauh melebihi taraf kebahagiaan yang dirajut dengan kemewahan (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Manusia harus jernih memandang dan menilai sesuatu, boleh pakai cara pandang kelas, boleh agak hitam-putih tentang masalah tertentu, tapi harus selalu dikembalikan pada kerangka pandang yang lebih universal, yang melihat manusia sebagai suatu keutuhan, yang memiliki kelebihan dan kekurangan, benar sekaligus salah (Kata Mutiara Cak Nun)
Manusia jangan menunggu hancur dulu baru insaf (Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Menyepi itu penting, supaya kamu benar-benar bisa mendengar apa yang menjadi isi dari keramaian
Orang boleh kaya raya, persoalannya bagaimana kekayaan itu diperoleh, kemudian bagaimana sikapnya terhadap kekayaan tersebut. Juga kalau miskin! (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Orang boleh salah, agar dengan demikian ia berpeluang menemukan kebenaran dengan proses autentiknya sendiri (Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Orangtua kita mengajarkan suatu nilai yang membedakan dua jenis anak, yang patuh tanpa reserve, yang pejah gesang nderek (hidup-mati ikut), disebut “anak baik-baik”, sedangkan yang mencoba rasional, memilih otoritasnya, meskipun itu justru sejalan dengan “lorong keadilan” disebut “anak nakal. (Kata Bijak Cak Nun)
Para pekerja agama tidak mengantarkan hakikat Tuhan sebagai Mahasubjek yang penuh rasa cinta, rasa sayang dan kesediaan tanpa batas untuk membahagiakan manusia (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Peraturan dan undang-undang tidak slalu sama dengan keadilan, ia bahkan bisa saja bertentangan dengan prinsip keadilan. Undang-undang memiliki relativitasnya sendiri dan tidak mutlak sebagaimana firman Tuhan (Kata Bijak Cak Nun).
- Perjuangan ialah perjuangan. Sejarah dan Tuhan tidak mencatat kemenangan atau kekalahan, tetapi yang dicatat adalah perjuangan itu sendiri (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Politik diciptakan dan dimanifestasikan berdasarkan filosofi dan tujuan untuk menyediakan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi manusia, tapi yang terjadi adalah sama sekali kebalikannya (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Secara filosofis, sesungguhnya tak ada “orang besar” dan tak ada “orang kecil” dalam takaran pemilikan ekonomi atau perbedaan status sosial budaya. Kecil dan besar hanya terjadi pada kualitas kepribadian (Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Tuhan banyak diperkenalkan oleh pemimpin-pemimpin agama sebagai “algojo” yang kejam, “polisi” yang selalu curiga atau “hantu” yang kehadirannya di hati manusia selalu menimbulkan rasa waswas, cemas, ngeri dan penuh ancaman. Agama kurang diperkenalkan sebagai berita gembira dan janji cinta, melainkan sebagai tukang cambuk, pendera dan satpam yang otoriter (Kata Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Yang menguasai dunia adalah ketelanjuran sistem-sistem internasional yang merupakan lingkaran setan yang memenjarakan manusia, terutama orang-orang kecil. Apalagi sistem-sistem besar itu tidak sungguh-sungguh untuk manusia dan kemanusiaan, tetapi untuk mitos-mitos yang bernama kemajuan, modernisasi, metropolitanisasi, yang keseluruhannya menjebak manusia dalam ketersesatan filosofi, keterjerembaban politik dan ekonomi serta kebuntuan budaya.(Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Kata ahli pedang, ilmu pedang tertinggi adalah kalau sudah bisa membelah kapas yang melayang-layang tanpa mengubah arah gerak kapas itu. Aneh, ujian tertinggi bagi keahlian pedang bukanlah baja atau batu karang melainkan kapas. Kekerasan yang telah mencapai puncaknya berubah menjadi kelembutan, kelembutan tak bisa dikalahkan oleh kekerasan (Mutiara Emha Ainun Nadjib/Cak Nun)
Yang penting bukan apakah kita menang atau kalah, Tuhan tidak mewajibkan manusia untuk menang sehingga kalah pun bukan dosa, yang penting adalah apakah seseorang berjuang atau tak berjuang (Emha Ainun Nadjib / Cak nun).
Pramoedya Ananta Toer
Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar