Kisah Semut Membawa Setetes Air Untuk Memadamkan Api Yang Membakar Nabi Ibrahim
Ada sebuah kisah menarik ketika Nabi Ibrahim ‘Alaihis salam hendak dibakar oleh raja Namrud laknatullah. Meski kisah ini belum diketahui kebenarannya, namun mengandung hikmah yang luar biasa, yang bisa kita jadikan motifasi dalam setiap keadaan kita, tepat sekali bila kisah ini direnungkan pada saat ada kejadian yang menimpa agama islam ketika Al Qur’an pedoman hidup umat muslim dinistakan, dan timbulah pertanyaan kepada ummat muslim dimanakah posisi kita sekarang?
Adapun kisah menarik tersebut sebagai berikut;
Disaat Nabi Ibrahim AS hendak dibakar dengan api yang besar dihadapan raja Namrud dan kaumnya, ada seekor semut yang turut menyaksikan peristiwa tersebut, semut tersebut merasa bersedih seraya berfikir apa yang bisa dia perbuat supaya bisa menyelamatkan Nabi Ibrahim, dia menyadari bahwa dirinya tidak bisa menolong Nabi Ibrahim namun dia tidak mau hanya berdiam diri melihat kekasih Allah akan di bakar hidup hidup dihadapannya, karena dia yakin Allah akan mempertanyakan hal tersebut di hari kiamat kelak. “Apakah yang kamu lakukan ketika kekasih Allah dibakar?”.
Hingga akhirnya si semut menemukan ide ia membuat sebuah kantong air (bejana) untuk dijadikan mengambil air dengan harapan bisa memadamkan api yang akan membakar Nabi Ibrahim. Diapun pergi ke sungai untuk mengambil air dengan kantong yang sudah dibuatnya. Dalam perjalanan mengambil air dia bertemu dengan burung gagak dan terjadilah percakapan singkat.
Gagak : hay, mau ke mana kau semut?
Semut : aku akan ke kerajaan raja Namrud
Gagak : apa yang kau bawa, sampai kau kelelahan seperti itu?
Semut : aku membawa kantong berisi penuh air
Gagak : untuk apa air itu?
Semut : apakah kau tidak tau, raja Namrud laknatullah akan membakar kekasih Allah Nabi Ibrahim ‘alaihis salam?
Gagak : tidak, aku belum mendengar berita tersebut. Lalu, apa hubungannya dengan air yang kau bawa itu?
Semut : aku ingin memadamkan api yang akan digunakan membakar Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
Gagak : hahaha hay, semut bodoh, apakah kau yakin bisa memadamkan api besar yang di buat raja Namrud dengan air yang kau bawa itu? (sambil tertawa terbahak-bahak)
Semut : aku tau, aku tidak bisa memadamkan api besar tersebut, tapi aku punya alasan dengan apa yang ku lakukan saat ini.
Gagak : apa alasan kamu itu?
Semut : Pertama. Aku memastikan dimana posisi aku berada saat ini. Aku bukan makhluk yang tidak mempunyai kepedulian hingga membiarkan keburukan terjadi begitu saja bahkan dihadapanku. Aku harus melakukan sesuatu untuk menegakkan kebenaran sebisa dan sekuat tenagaku. Kedua. Agar aku punya alasan yang benar ketika kelak di tanya oleh Rabb-Ku. Aku mengetahui kekasih Allah kendak dibakar, maka aku melakukan sesuatu untuk menolongnya meski itu tidak mungkin namun Allah tau aku telah melakukan sekuat kemampuanku.
Gagakpun terus tertawa sambil melanjutkan perjalannya, demikian dengan si semut yang dengan susah payah mengangkat kantong yang berisi penuh air untuk memadamkan api yang akan membakar Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dengan tekat kuat berbalutkan keimanan.
Dan dilain sisi ternyata ada seekor cicak yang dengan susah payah meniup-niup kobaran api yang sudah menyala besar, dia berharap dengan tiupannya api akan menjadi lebih besar namun sejatinya tiupannya tidak akan mempengaruhi kejolak api tersebut, seperti yang dilakukan semut yang berdiri dipihak Nabi Ibrahim sedangkan si cicak berdiri dipihak raja Namrud laknatullah.
Dari kisah ilustrasi diatas ada beberapa hal yang dapat kita ambil pelajaran.
- Dengarkan suara hati dan bertindaklah, meski terkadang apa yang kita lakukan tidak dipandang, tidak berpengaruh bahkan dianggap tidak berguna namun dengan kita berbuat akan memperjelas dimana posisi kita berada. Seperti si semut Ibrahim yang semangat mengangkat kantong air meski dia tau tidak mampu memadamkan api.
- Bencilah keburukan, sekecil apapun keburukan, kemungkaran yang ada bahkan kita mengetahuinya, sebisa mungkin untuk mencegahnya. Seperti si semut Ibrahim yang tidak rela kekasih Allah akan dibakar, dia membencinya dan dia ingin memadamkan keburukan tersebut.
- Jangan menghiraukan orang yang mencoba menghalangi untuk melakukan kebaikan, ada saja orang yang meghalangi kita untuk malakukan kebaikan, yakinilah kebaikan yang kita lakukan akan kembali kepada kita sendiri. Seperti si semut Ibrahim meski ditertawakan burung gagak dia tetap kukuh melakukan apa yang sudah menjadi keyakinannya.
- Yakinilah Allah menjadi saksi setiap apa yang kita lakukan didunia ini. Besar kecil, secara terang-terangan ataupun tersembunyi Allah yang Maha Tau akan membalasnya. Seperti si semut Ibrahim yang meyakini kelak Allah akan menanyakan diposisi mana ketika melihat kemungkaran terjadi dihadapannya. Diapun bertindak mengharap keridhaan Allah swt.
- Janganlah seperti si burung gagak yang menertawakan suatu usaha keras yang dilakukan seseorang dalam menegakkan kebaikan. Makhluk seperti dia akan menyesal di hari kemudian.
- Janganlah seperti cicak yang melakukan hal sia-sia namun menimbulkan penyesalan yang tidak terkira. Tiupannya pada api Namrud tidaklah berpengaruh sama sekali namun dia mengambil posisi ditempat yang salah yakni tempat terhina dihari kemudian karena memihak pada keburukan.
Kasus pada kisah diatas persis seperti yang terjadi saat ini dinegri ini. Ketika ada seorang penista agama, musuh Allah yang seharusnya dihukum seperti peraturan yang ada. Namun ada pihak si cicak yang mencoba membelanya, agar si penista tidak dihukum padahal bila si cicak tau pembelaannya tersebut tidaklah bermanfaat baginya melainkan tercemarnya nama baik diri dan keluarganya, dan yang tidak kita ketahui seperti apa hukuman yang telah Allah siapkan untuknya di hari kiamat yang sudah didepan mata.
Dan berbahagialah mereka yang berperan sebagai si semut Ibrahim, mereka bukanlah siapa-siapa yang datang dari berbagai penjuru negri untuk menegakkan kebenaran, membenci kemungkaran, mereka berkumpul untuk menjadi kekuatan yang besar untuk membasmi penista Al Qur’an. Saat ini mereka dipandang sebelah mata oleh pihak tertentu namun Allah Maha Tau, Allah telah siapkan hadiah yang istimewa untuk mereka, pejuang Al Qur’an penegak Agama, Allahu Akbar.
Silakan tanyakan pada diri kita masing-masing, BERADA DI POSISI MANAKAH KITA SEKARANG?.
#KISAH KISAH#
Nabi Ibrahim diselamatkan Allah SWT ketika dibakar dalam gunung api oleh Raja Namrud. Bukannya kepanasan, ketika itu Nabi Ibrahim malah menggigil kedinginan sehabis dibakar.
Ketika Raja Namrud memerintahkan pasukannya untuk membakar Nabi Ibrahim, seekor semut mendengar kabar itu. Semut itu kemudian berpikir bagaimana caranya menyelamatkan Nabi Ibrahim meski ia bertubuh kecil.
Karena punya tekad tak boleh berdiam diri, si semut pun membuat bejana dari kayu kecil, lalu pergi ke danau sambil membawa bejana tersebut untuk membawa setetes air yang akan ia gunakan untuk menolong Nabi Ibrahim yang hendak dibakar Raja Namrud.
Dalam perjalanan, si semut bertemu dengan seekor gagak. Gagak itu kemudian bertanya kepada si semut:
Gagak: “Apa yang kamu pikul itu sampai kau begitu payah membawanya?”
Semut: “Aku membawa bejana berisi air.”
Gagak: “Untuk apa air itu?”
Semut: “Tidakkah kamu mendengar kalau Namrud akan membakar Nabi Ibrahim? Aku ingin membantu memadamkan api Namrud yang membakar Nabi Ibrahim.”
Gagak: “Apakah kamu merasa yakin bisa memadamkan api besar Namrud dengan setetes air itu?”
Semut: “Aku tahu setetes air yang ku bawa tidak akan bisa memadamkan api besar Namrud, tetapi dengan ini aku bisa memastikan di pihak manakah aku berada (di pihak Allah).”
Singkat cerita, si gagak pergi begitu saja sambil mencemooh si semut. Sementara si semut tetap pergi ke tempat Ibrahim akan dibakar dengan tekad yang kuat.
Meski cerita semut membawa setetes air ini tidak ada dalam Alquran atau hadis, tapi kita bisa mengambil banyak hikmah dari kisah ini.
Semut itu tahu setetes air tidak akan mampu memadamkan api besar, tapi semut itu tahu kalau Allah selalu menilai hambanya yang melakukan kebaikan walau sangat kecil.
Semut itu ingin menunjukkan bahwa dirinya adalah makhluk yang beriman di hadapan Allah dengan membantu kekasih Allah, Nabi Ibrahim.
Si semut ingin melakukan kebaikan sesuai kemampuannya. Tak peduli meski ada yang mencemoohnya, si semut melakukan kebaikan dengan niat tulus karena ingin dinilai Allah bukan oleh makhluk. Oleh sebab itu si semut tak mundur meski dicemooh oleh si gagak.
Kisah islami
Kisah Sahabat Rasulullah Saw...
Miqdad bin Amr.
Kisah islami
Kisah Sahabat Rasulullah Saw...
Miqdad bin Amr.
Banyak orang yang mengetahui empat sahabat Nabi yang telah menjadi khalifah, namun masih sedikit orang yang mengetahui sahabat Nabi lainnya yang juga memiliki peran besar dalam penyebaran agama Islam. Salah satunya adalah Miqdad bin Amr. Berikut kisah Miqdad bin Amr.
Sang Pemikir
Miqdad bin Amr adalah salah satu orang yang pertama kali masuk Islam. 8 adalah sosok yang memiliki kecerdasan luar biasa. Pada masa Jahiliyah, namanya adalah Miqdad bin Aswad karena ia diangkat sebagai anak oleh Aswad Abdu Yaghuts. Namun setelah turun aturan Islam yang mengharamkan nama seseorang ditempelkan dengan nama orang lain selain nama ayah kandung, maka Miqdad kembali merubah namanya menjadi Miqdad bin Amr, anak dari Amr bin Sa’ad.
Perjuangan Miqdad bin Amr dalam membela Islam tidak dapat diragukan lagi. Kegigihannya dalam membela Islam bahkan membuat banyak sahabat lain terkagum-kagum. Abdullah bin Mas’ud, seorang sahabat Rasulullah pernah berkata,
“Saya telah menyaksikan perjuangan Miqdad, sehingga saya lebih suka menjadi sahabatnya daripada segala isi bumi ini.”
Kecerdasan Miqdad sangat terlihat dari setiap perkataannya. Setiap omongannya menunjukkan bahwa ia adalah seorang pemikir yang keras. Salah satu kejadian yang menunjukkan betapa ia sangat filsuf adalah ketika ia melakukan orasi di hadapan kaum Muslim saat akan melakukan perang Badar.
Miqdad berkata,
“Wahai Rasulullah, teruslah laksanakan apa yang dititahkan Allah, dan kami akan bersama anda. Demi Allah, kami tidak akan berkata seperti apa yang dikatakan Bani Israil kepada Nabi Musa, ‘Pergilah kamu bersama Tuhanmu dan berperanglah’, sedang kami akan mengatakan kepada anda, ‘Pergilah Engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah, dan kami ikut berjuang di sampingmu’. Demi yang telah mengutus engkau membawa kebenaran! Seandainya engkau membawa kami melalui lautan lumpur, kami akan berjuang bersamamu dengan tabah hingga mencapai tujuan.”
Kemahirannya dalam filsafat juga telah diceritakan oleh salah seorang sahabat,
Pada suatu hari kami pergi duduk-duduk dekat Miqdad. Tiba-tiba lewat seorang laki-laki, dan berkata kepada Miqdad,
“Sungguh berbahagialah kedua mata ini yang telah melihat Rasulullah! Demi Allah, andainya aku bisa melihat apa yang engkau lihat, dan menyaksikan apa yang engkau saksikan.”
Miqdad berkata, “Apa yang mendorong kalian untuk menyaksikan peristiwa yang disembunyikan Allah dari penglihatan kalian, padahal kalian tidak tahu apa akibatnya bila sempat menyaksikannya? Demi Allah, bukankah pada masa Rasulullah banyak orang yang ditelungkupkan Allah mukanya di neraka Jahanam?
Kenapa kalian tidak mengucapkan puji kepada Allah yang menghindarkan kalian dari malapetaka seperti yang menimpa mereka itu, dan menjadikan kalian sebagai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Nabi kalian?”